22 Tahun Ardiansyah Lumpuh Tanpa Bantuan
sudah berkali-kali mengobatkan secara medis ke dokter ahli tulang namun kelumpuhan tak kunjung sembuh
Editor: Bian Harnansa
Wartawan Surya, Iksan Fauzi melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Wajah Sunarko (55) terlihat murung, air matanya kadang menetes di pipi. di sandingnya, ada anaknya, Ahmad Ardiansyah berumur 22 tahun. Badan Ardiansyah kurus, hanya menyisakan kulit yang menempel erat di tulang.
Selama masa hidupnya, Ardiansyah hanya terbaring di tempat tidur, kamar depan keluarga penjual makanan rolado itu. Di sebelah Ardiansyah terdapat botol dot berisi susu warna putih, seperti laiknya anak balita. Susu itu menjadi minuman sehari-hari Ardiansyah.
Keluarga Sunarko hidup di Jalan Cendana III RT 08 RW 03 Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Rumah berukuran kurang lebih 6 meter kali 8 meter itu dibeli oleh anaknya, Yuanita Wulansari dengan cara kredit.
Menurut Sunarko, anaknya itu mengalami lumpu layu sejak umur delapan bulan. Keluarga Sunarko sudah berkali-kali mengobatkan secara medis ke dokter ahli tulang, namun kelumpuhan Ardiansyah tak kunjung sembuh.
Dokter ahli tulang yang pernah didatangi Sunarko adalah di Rumah Sakit (RS) ahli tulang di Solo. Pihak dokter yang menangani mengatakan, kelumpuhan anaknya disebabkan karena syarat tulang belakang mengenai syarat otak. Hal itu yang membuat Ardiansyah tidak bisa bicara, hanya menangis saja ketika jenuh berbaring di tempat tidur.
Pengobatan medis tak bisa menyembuhkan anaknya, Sunarko berinisiatif mencari pengobatan alternatif semacam dukun. Mulai dukun di wilayah Tuban, Bojonegoro, hingga Bondowoso, namun, penyakit anaknya itu tak kunjung sembuh jua.
"Kami hanya berdoa berserah diri pada Allah, saya anggap cobaan,” tutur Sunarko saat ditemui di rumahnya, Kamis (14/1/2016).
Harta benda keluarga Sunarko habis untuk mengobatkan anaknya. Perhiasan emas, kendaraan, perabot rumah tangga dijual untuk biaya menyembuhkan Ardiansyah. Sepertinya takdir agar Ardiansyah Sembuh belum berpihak.
“Sekarang tidak ada biaya lagi untuk berobat," kata Tatik Mudiarti (49), istri Sunarko yang ikut mendampingi anaknya.
Menurut Tatik, Ardiansyah lahir prematur umur kandungan masih 8 bulan. Ardiansyah lahir dengan bantuan dukun bayi pada pukul 23.00. Pada saat lahir, tidak ada gerakan maupun tangisan Ardiansyah. Hal itu membuat Sunarko resah.
Ardiansyah bisa bergerak dan nangis sekitar pukul 04.00 atau pada saat adzan subuh. Setelah mengetahui tubuh Ardiansyah bergerak, Tatik kemudian membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, dimasukkan ke inkubator.
“Saya waktu itu minta supaya dia hidup. Biar pun nakal saya terima. Sekarang kondisinya seperti ini ya saya terima,” ujar Sunarko.
Pada masa balita, Ardiansyah masih bisa berdiri. Pada umur 8 bulan, badannya gemuk. Tapi, setelah itu, tiba-tiba dia tidak bisa jalan dan duduk. “Sampai sekarang kondisinya lumpuh seperti ini, tapi kata dokter pertumbuhan tulangnya bagus,” tambah Sunarko.
Kini, keluarga Sunarko berharap ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten untuk mengobatkan penyakit anaknya. Sunarko mengaku, selama ini belum ada bantuan sama sekali untuk pengobatan anaknya.
Sunarko yang sehari-hari membuat dan menjual makanan olahan dalam bentuk penthol gulung, tahu bakso, rolado, dan siomay itu harus bergelut bersama istrinya untuk menyambung hidup. Anaknya, Yuanita yang memulai usaha itu sudah tak bisa membantunya lagi. Sejak Oktober 2015, Yuanita bersama anak dan suaminya pergi ke Kalimantan hingga kini belum kembali.
“Dulu yang memulai usaha ini Nita (Yuanita), sekarang dia pergi. Kok tega dia membiarkan adiknya dalam kondisi seperti ini,” tutur Sunarko sembari meneteskan air mata dan berharap, Yuanita kembali pulang melanjutkan usahanya lagi secara bersama-sama.