Stonehenge, Peramal Gerhana Matahari di Zaman Purba
Sampai akhir abad ke-19, para sarjana masih bimbang siapa pendiri monumen itu dan apa tujuannya.
Editor: Mohamad Yoenus
Kalau dihitung kembali, maka matahari terbit tepat di situ 1840 tahun SM dan akan kembali lagi kira-kira 1000 tahun yang akan datang.
Menurut Locker, kira-kira waktu itu Stonehenge dibangun. Penyelidikan secara modern berbeda setengah abad dengan Locker.
Baru pada 1963 Hawkins berhasil memberi keterangan yang terperinci tentang tujuan batu-batu dan lubang lingkaran sekitarnya.
Tujuannya ialah untuk menghitung gerhana, termasuk Gerhana Matahari.
Ia mengambil kesimpulan itu berdasarkan hasil perthitungan dengan komputer setelah ia memasukkan keterangan tentang Stonehenge dan data astronomi dalam alat itu.
Pendapat ini kemudian mendapat dukungan dari Prof. Fred Hoyle dari Cambride University.
Ahli-ahli bintang Babilonia sudah mengetahui bahwa Gerhana Matahari dan Bulan kembali teratur dalam satu masa “saros”, yakni 18 tahun 7 bulan.
Jangka waktu itu lebih teratur lagi dalam jangka waktu tiga saros, yakni 56 tahun.
Anehnya, bangunan dari batu-baru raksasa itu dikelilingi juga dengan lingkaran yang terdiri atas 50 lubang yang letaknya pada jarak yang teratur.
Lubang-lubang itu dasarnya datar dan isinya gumpalan-gumpalan batu kapur.
Ada yang digalilagi dan diisi dengan tulang-tulang manusia bekas dibakar.
Dalamnya lubang kira-kira 60-120 cm. Tempat Bulan, Bumi, dan Matahari dalam hubungan satu sama lain dapat diketahui dengan menaruhkan tanda-tanda, batu atau tiang, di atas lubang-lubang itu.
Metode itu memang tidak selau tepat. Sekali waktu perlu dikoreksi.
Namun menurut Hawking, koreksi semacam itu hanya perlu sekali dalam waktu 300 tahun.
Alat komputer elektronis pun adakalanya perlu dikoreksi.
Walaupun Stonehenge dapat digunakan untuk menghitung Gerhana Matahari, Hawking tidak berani memastikan, apakah batu-batu itu memang digunakan untuk tujuan itu.
(Intisari, 1966)