Anaknya Dihukum 8 Bulan Penjara, Ayah Mantan Anggota Sat Pol PP Sujud Syukur
Zaenal Ambiyan, ayah dari terdakwa mantan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Bandar Lampung Gusti Zaldi, sujud syukur.
Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribun Lampung, Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, TANJUNGKARANG - Peristiwa mengharukan terjadi di luar ruang sidang Sari Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung, Selasa (20/9/2016).
Zaenal Ambiyan, ayah dari terdakwa mantan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Bandar Lampung Gusti Zaldi, sujud syukur.
Sujud syukur ini dilakukan Zaenal begitu mengetahui anaknya dihukum delapan bulan penjara oleh majelis hakim.
Pada saat pembacaan putusan, Zaenal awalnya berada di dalam ruang sidang melihat anaknya.
Di tengah persidangan, Zaenal keluar ruangan. Ia tidak mendengar saat hakim ketua Yus Enidar membacakan amar putusan.
Di luar ruang sidang, Zaenal berbincang dengan jurnalis Tribun Lampung.
Zaenal menceritakan bahwa karena kasus anaknya ini harus menjual sepeda motor.
Zaenal juga mengatakan, anaknya dituntut dua tahun penjara. Jurnalis Tribun Lampung memberitahukan bahwa Gusti hanya dihukum delapan bulan penjara.
Begitu mendengar hal tersebut, Zaenal sujud syukur di luar ruangan dan tampak menangis haru.
Ia tidak menyangka anaknya hanya dihukum delapan bulan penjara.
Gusti hanya tinggal menjalani masa hukuman satu bulan karena di dalam putusannya hukuman penjara yang dijalani Gusti dipotong masa penahanan sejak penyidikan di kepolisian.
Majelis hakim yang diketuai Yus Enidar menyatakan mantan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung Gusti Zaldi terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemaksaan dengan memakai kekerasan terhadap terapis City Spa.
Enidar mengatakan, Gusti terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama delapan bulan,” kata Enidar dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (20/9/2016).
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan penuntut umum yaitu pidana penjara selama dua tahun. Mendengar putusan majelis hakim, Gusti dan jaksa penuntut umum Yetti menyatakan pikir-pikir.
Kasus bermula pada 9 September 2015 lalu. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bandar Lampung Cik Raden memanggil dua anggota Pol PP Gusti Zaldi dan Dedi Saputra ke ruang kerjanya.
Cik Raden memerintahkan Gusti dan Dedi untuk memantau kegiatan di dalam salon kecantikan/perawatan City Spa, apakah menyediakan tempat untuk berbuat asusila.
Cik Raden meminta Gusti dan Dedi tidak memberitahukan perintah tersebut kepada siapapun.
Setelah memantau City Spa, Dedi melapor ke Cik Raden bahwa pemijat berinisial Y tidak mau diajak berbuat mesum.
Sedangkan Gusti melaporkan ada pemijat berinisial O yang mau diajak berbuat asusila.
Berdasarkan laporan tersebut, Syarief mengatakan, Cik Raden memberikan uang Rp 450 ribu ke Gusti dan Dedi sebagai ganti uang pribadi keduanya saat pijat di City Spa.
Menindaklanjuti laporan Gusti, Cik Raden bermaksud melakukan penggerebekan City Spa.
Cik Raden meminta Gusti mengondisikan seolah City Spa melayani kegiatan prostitusi.
Tersangka memberikan uang Rp 750 ribu ke Gusti untuk mengusahakan pemijat di City Spa mau telanjang dan berhubungan badan.
Apabila sudah telanjang dan berhubungan badan, kata Syarief, Cik Raden menyuruh Gusti memberitahu Budi agar Budi masuk menggerebek City Spa.
Gusti berangkat ke City Spa untuk melaksanakan rencana Cik Raden tersebut.
Gusti memesan kamar bersama pemijat. Menurut Syarief, Gusti memaksa pemijat untuk telanjang dan berhubungan badan.
Setelah itu, Gusti mengirimkan pesan singkat ke Budi, temannya sesama anggota Pol PP memberitahukan bahwa pemijat sudah telanjang.
Budi dan tim dari Pol PP langsung masuk dan menggerebek Gusti dan pemijat yang sudah telanjang bulat. (*)