Banyuwangi, Contoh Sukses Implementasi Go Digital
Di 2015 saja, Banyuwangi sudah dikunjungi wisnus 2 juta orang. Angkanya tergolong tinggi.
TRIBUNNEWS.COM - Soal pariwisata, daerah tempat lahir Menpar Arief Yahya, Banyuwangi ini memang mendunia. Kalender of event-nya terbaik di Indonesia. Jumlah kunjungan wisnus dan wismannya sangat tinggi. Rahasianya?
Ada di gerakan digital yang didengungkan Di Rakornas Kemenpar III di Econvention, Ecopark, Ancol lalu.
Tak percaya? Ketik saja kata kunci: Banyuwangi di mesin pencari Google. Yang muncul pasti seputar pariwisata di sana.
Dari mulai Pantai Plengkung, Kawah Ijen, Blue Fire yang hanya ada dua di dunia, The Seven Giant Waves Wonder, juara dunia versi UN-WTO - United Nation World Tourism Organization, 48 events di 2016, Pantai Pulau Merah, Pantai Watu Dodol, Teluk Hijau, Pantai Rajegwesi, semuanya ada.
Dan semua itu, bisa muncul dan terdeteksi oleh jutaan orang di seluruh dunia lewat pemasaran pariwisata dengan aplikasi berbasis Android.
Aplikasi yang berisi lengkap peta jalan dan destinasi wisata. Melalui digital, pintu pariwisata kota kecil sekelas Banyuwangi menjadi sangat dikenal di penjuru dunia.
Di 2015 saja, Banyuwangi sudah dikunjungi wisnus 2 juta orang. Angkanya tergolong tinggi. Bali, yang notabene merupakan pulau utama pariwisata Indonesia hanya dikunjungi 8 juta wisnus per tahun.
Wismannya? Sudah mencapai 50 ribu. Lagi-lagi, gapaiannya tergolong tinggi. Bila dibandingkan dengan Sumatera Selatan yang cakupannya sudah level provinsi, angka kunjungan wisman ke Banyuwangi masih lebih tinggi.
Di Sumsel, kunjungan wismannya hanya 30 ribu.
“Kami bisa begini salah satunya lewat gerakan Go Digital. Efek digital sangat dahsyat untuk peningkatan pelayanan publik dan memacu kesejahteraan ekonomi masyarakat,” ungkap Bupati Banyuwangi, Azwar Anas yang didampingi Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda, Senin (19/9).
Sudah bukan rahasia lagi kalau Banyuwangi sudah menerapkan aplikasi "Banyuwangi in Your Hand” untuk menunjang kinerja pariwisatanya.
Aplikasi ini bisa diunduh di Apple store dan Google Play store. Dan semua data base sudah ada di aplikasi tersebut. Baik pariwisata dan tempat makanan khas sekalipun, semuanya ada.
“Berkat pemasaran berbasis internet, pariwisata Banyuwangi semakin dikenal. Kami tidak punya dana promosi besar untuk iklan di televisi atau media cetak atau online, karena itu kami memanfaatkan sosial media dan aplikasi tadi,” tambah Anas.
Dengan pola serangan digital, wisman atau wisnus yang landing di Bali, bisa dibelokkan ke Banyuwangi.
Lama-lama, aksesnya makin bagus. Amenitasnya semakin kuat. Atraksinya juga semakin variatif. Dari pantai yang bagus, yang cocok untuk surfing, yang bagus untuk snorkeling diving, yang pasir merah, pasir. putih, semuanya laku dijual.
Gerakan Go Digital yang dilaunching Menpar Arief Yahya saat Rakornas III Pariwisata 2016 pun jadi smooth diimplementasikan.
Koneksi pusat dan daerah tak lagi sulit. Tidak ribet. Semuanya mudah lantaran iklim kerja Banyuwangi sudah familiar dengan digital.
“Setelah launching Go Digital kami langsung kerja, bergerak, berkoordinasi kemana-mana. Yang terdekat, kami akan menuntaskan pemasangan jaringan ke semua desa,” timpal MY Bramuda, Kadispar Banyuwangi.
Sekarang, sudah ada 24 desa yang dijadikan pilot project. Hingga akhir tahun nanti, Bram membidik 41 desa yang tersambung dengan jaringan fiber optic.
”Kami bikin jadwal per tanggal, per bulan untuk melihat perkembangannya. Yang sudah tersambung, langsung kami promosikan potensi wisata daerahnya lewat garapan video digital,” tambahnya.
Upaya lainnya, memperkuat pemasaran dengan banyuwangi-mall.com. Inilah market place untuk pemasaran produk masyarakat ke pasar global. Sekitar 600-an pengusaha mikro sudah menikmati pasar baru mereka lewat internet.
Digitalisasi informasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membantu pelaku usaha mikro di Banyuwangi yang berada di ujung Timur Jawa menembus keterisolasian pasar.
Manfaatnya pun langsung menyentuh akar rumput. Supanggih misalnya. Perajin makanan kecil di Banyuwangi itu mengaku sangat terbantu dengan pemasaran berbasis digital itu.
”Dulu saat tak kenal internet, saya mengawali dagang dengan berkeliling kampung karena tak sanggup sewa tempat untuk menempatkan dagangan. Kini tak perlu lagi sewa tempat, saya sudah bisa berjualan hingga ke Surabaya dan Bali,” kata Supanggih.
Terbukanya pasar online juga dinikmati pengusaha mikro lainnya. Suradi (40), perajin manik-manik dari Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, itu, kini menjadi penyuplai toko kerajinan di Yogyakarta dan Bali.
Jika sebelumnya hanya mendapatkan keuntungan Rp 1.000 per perhiasan yang diproduksi, kini ia mendapatkan keuntungan dua kali lipat karena langsung berhubungan dengan pembeli lewat jaringan online.
“Pasarnya tambah luas, untungnya dua kali lipat,” ungkapnya.
Dengan fakta tadi, Bram – sapaan akrab MY Bramuda, makin yakin, Banyuwangi bisa makin cepat naik kelas. Apalagi, bila pemasarannya dibantu Indonesia Tourism Exchange yang baru dilaunching beberapa lalu.
“Implementasinya saya rasa akan mudah terealisasi. Ini kan tinggal input data yang sudah ada, mempertajam dengan trend kekinian, semuanya bisa langsung konek. Banyuwangi sudah menerapkan Smart Tourism Ecosystem seperti yang digunakan di Bali, jadi tidak akan sulit,” ungkapnya.