Menpar Arief Yahya Undang Investor China Bangun Destinasi
Kesempatan berbincang akrab dengan Chairmen CNTA Li Jinzao menjadi momentum Menpar RI, Arief Yahya untuk promosi investasi.
TRIBUNNEWS.COM - Kesempatan berbincang akrab dengan Chairmen China National Tourism Administratrion (CNTA) Li Jinzao di Grand Central Hotel Shanghai, 11 November 2016 menjadi momentum Menpar RI, Arief Yahya untuk promosi investasi.
Mantan Dirut PT Telkom menyebut Tourism adalah pintu masuk untuk Trade and Investment, yang biasa dia sebut TTI. Ketika people to people connection semakin kuat, maka pintu peluang investasipun terbuka lebar.
“Kami undang investor Tiongkok yang bergerak di sektor pariwisata untuk menanamkan modal ke Indonesia, yang punya atraksi berbasis alam, budaya dan buatan yang sedang berkembang. Saat inilah timing untuk investasi jangka panjang di bidang pariwisata,” kata Arief Yahya, kepada Li Jinzao.
Bagi Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu, tourism adalah pintu pembuka trade and investement yang paling efektif. Tourism sebagai driver pada sektor perdagangan dan investasi.
Dia sedang membangun 10 Bali Baru, atau 10 destinasi prioritas yang sudah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.
Jika orang nomor satu sudah commited, maka semua lembaga dan kementerian yang terkait dengan bidang tersebut secara otomatis pasti akan mensupport.
Secara umum, Menpar Arief Yahya menyampaikan tiga poin besar.
Pertama, dia mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih atas undangan CITM, ekshibisi industry Pariwisata selama tiga hari yang cukup berpotensi dan terbesar di Tiongkok itu.
Hampir setiap tahun Indonesia tidak pernah absen di China International Travel Market (CITM) itu. Tahun 2015 lalu di Kunming, tahun 2016 ini di Shanghai New International Expo Centre.
Seperti diketahui, China adalah pasar potensial dan sudah ditetapkan sebagai pasar utama pariwisata Indonesia.
Saat ini posisinya sudah nomor satu inbound ke Indonesia, menggeser Singapore, Malaysia, Australia, Jepang dan Korea.
“Tahun 2019, proyeksi kami adalah 20 juta wisman masuk ke Indonesia, dan 50%-nya atau 10 juta diantaranya berasal dari China. Karena itu kerjasama pariwisata dengan China itu menjadi sangat penting untuk dikembangkan,” tuturnya.
Kedua, Menpar Arief setuju dan akan menertibkan laporan soal pelaku industri pariwisata yang tidak professional.
Dia setuju bagi tour operator dan tour agent yang melanggar komitmen dengan customers-nya untuk ditindak tegas. Karena itu akan sangat mengganggu dan merusak masa depan bisnis sektor pariwisata.
“Kami setuju untuk diblack list, karena pariwisata adalah bisnis yang berbasis pada services, sehingga komitmen dan profesionalitas ekosistem ini menjadi taruhan utama agar bisa sustainable,” kata dia.
Ketiga, Arief Yahya juga melaporkan bahwa program memperkuat akses atau connectivity melalui direct flight terus dikembangkan.
Penerbangan langsung dari Tiongkok ke Indonesia saat ini masih teramat minim, rata-rata 37% saja. Jauh dibandingkan Singapore, Malaysia apalagi Thailand yang sudah berada di atas 80%.
“Maskapai penerbangan kami sudah terbang ke China, seperti Garuda, Lion Group, Sriwijaya, Air Asia dan Citilink. Kami berharap airlines China juga lebih banyak terbang ke Indonesia,” kata Arief Yahya.
Soal pengurusan lisensi untuk bisa mendarat ke airport di Indonesia, Menpar Arief Yahya bersedia membantu kemudahan pengurusan agar lebih cepat dan lebih mudah.
Arief punya rumus pengembangkan destinasi pariwisata yang dia sebut dengan isilah 3A. Isinya Akses, Atraksi, dan Amenitas.
Akses adalah pintu masuk menuju ke tanah air, yang dilakukan dengan membanyak direct flights, menaikkan status bandara menjadi internastional airport, memperpanjang landas pacu, memperbanyak taxy way, menambah apron, memperbesar kapasitas dan kenyamanan terminal tunggu.
Selain itu, Airport itu adalah first impression bagi wisatawan mancanegara.
Ada poin tambahan yang disampaikan Menpar Arief Yahya yang saat bertemu Li Jinzao itu didampingi Konsulat Jenderal RI di Shanghai, Siti Mauludiah, Stafsus Menpar Bidang IT Samsriyono Nugroho, Stafsus Menpar Bidang Media, Don Kardono, dan Asdep Pengembangan Pemasaran Mancanegara Wilayah Asia Pasifik, Vinsensius Jemadu.
“Setelah Presiden Joko Widodo berkunjung dalam rangka G-20 di Hangzhou, dan menyaksikan atraksi keindahan dan show di Danau Xihu atau West Lake, kami diminta belajar pengelolaan dan pembangunan danau sebagai destinasi wisata ke Hangzhou,” ujar Arief Yahya.
Dan itu sudah dia jalani bulan lalu, dengan mengajak Gubernur Sumatera, dan tiga bupati yang wilayahnya berada di dalam area Danau Toba.
Danau vulkanik terbesar dan terdalam di dunia, juga danau terbesar kedua dunia setelah Danau Victoria di Afrika Selatan.
“Kami minta dibantu dalam hal pengelolaan dan mendesain Danau Toba sebagaimana Tiongkok mengembangkan West Lake Hangzhou dari awal,” sebut Arief yang diiyakan Mr Li Jinzao, Menparnya Tiongkok yang sudah sangat akrab itu.
Dari sisi potensi, Danau Toba itu punya nilai geopark dan sejarah yang panjang, sejak 74.000 tahun silam. Punya pulau di tengah-tengah yang luasnya sebanding dengan luasan Negara Singapore. Airnya jernih, dan terbentang luas 100 kilometer kali 30 kilometer.
Kini, sudah ada BOP (Badan Otoritas Pariwisata) yang akan menata, memiliki fungsi koordinatif dan otoritatif, dan bakal memiliki kawasan khusus pariwisata yang akan dikembangkan oleh Kemenpar.
Li Jinzao pun tergerak untuk mensupport permintaan Menpar Arief Yahya itu.
“Kami tidak hanya punya Danau Toba sebagai Bali Baru. Kami juga punya Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru Jawa Timur, Mandalika Lombok, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara. Semuanya memiliki potensi atraksi kelas dunia. Dan semuanya membutuhkan investasi,” jelas Arief Yahya.