Dexa Award Science Scholarship 2020: Beasiswa Untuk Bangsa
Gagasan ini kemudian diwujudnyatakan oleh Pimpinan Dexa Group Bapak Ferry Soetikno, Leader Dharma Dexa Ibu Gloria Haslim, d
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG SELATAN– Indonesia membutuhkan banyak peneliti yang
memiliki kemauan dan kemampuan untuk meneliti dan mengembangkan biodiversitas alam
sebagai bahan baku produk Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).
Hal ini seiring dengan rendahnya pemanfaatan bahan baku alam Indonesia sebagai produk farmasi yang bernilai ekonomis tinggi dan berdaya saing secara global. Indonesia memiliki sekitar 10% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia (sekitar 25.000 tanaman berbunga, 55% endemik) dan merupakan salah satu pusat dunia untuk agrobiodiversitas dari tanaman pertanian.
Baca: Pemerintah Inggris Kembali Buka Pendaftaran Beasiswa Chevening di Bulan Agustus, Tanpa Batasan Umur
Selain itu, keanekaragaman fauna di Indonesia juga merupakan yang terbesar kedua setelah Brazil. Sayangnya, kekayaan alam Indonesia ini tidak diimbangi dengan pemanfaatannya sebagai bahan baku farmasi.
Justru 90 persen bahan baku obat di Indonesia diimpor, 60 persen dari negara China, sisanya dari negara-negara lain di Eropa dan India.
Menurut Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences Dr. Raymond Tjandrawinata, pemanfaatan bahan alam sebagai pengobatan tradisional memang telah dilakukan sejak zaman nenek moyang.
“Namun bahan alam yang diproduksi menjadi obat-obatan tradisional kurang memiliki daya saing produk secara nasional, terutama untuk produk-produk yang menyasar pasar ekspor,” katanya.
Baca: SMP-SMA Fatih Bilingual Schoo di Aceh Ini Beri Beasiswa Bagi Siswa Berprestasi
Dr. Raymond Tjandrawinata mencontohkan minimnya pemanfaatan bahan alam Indonesia menjadi produk berdaya saing tinggi, terlihat pada jumlah obat bahan alam berstandar Fitofarmaka. “Hingga saat ini pemanfaatan bahan baku alam menjadi produk berdaya saing tinggi Fitofarmaka baru berjumlah 10. Padahal penelitian terhadap khasiat bahan alam cukup banyak,” katanya.
Rendahnya pemanfaatan bahan baku alam menjadi produk berdaya saing tinggi, selain karena mahalnya biaya penelitian, kurangnya sinergi antarlembaga, juga karena minimnya jumlah peneliti yang memiliki strategi aspek hulu ke hilir, yakni dari tahap riset hingga mampu mengaplikasikan hasil penelitian.
Karenanya, melalui Dexa Award Science Scholarship (DASS) ini, para peneliti dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan pemanfaatan bahan baku alam menjadi produk obat-obatan bernilai tinggi, OMAI.
Leader Dharma Dexa Ibu Gloria Haslim mengatakan, melalui DASS 2020, Dexa Group menantang para saintis yang memiliki minat besar dalam mengembangkan sektor kesehatan di Indonesia.
Salah satunya adalah mengembangkan pemanfaatan bahan baku alam sebagai produk farmasi, yang saat ini menjadi isu besar dalam dunia farmasi dan kesehatan, serta menjadi inovasi penting untuk melepaskan Indonesia dari ketergantungan bahan baku impor farmasi.
Dengan dimulainya program DASS 2020 ini, diharapkan terjadi inovasi dalam pemanfaatan bahan alam sebagai produk farmasi berdaya saing tinggi. Karena 264 juta penduduk di Indonesia membutuhkan obat-obatan berkualitas, harga terjangkau, dan aman dikonsumsi dalam jangka panjang, yang semua ini menjadi keunggulan OMAI.
Head of Corporate Communications Dexa Group Sonny Himawan menambahkan, DASS yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018, diharapkan dapat melahirkan saintis-saintis yang berani melakukan terobosan dalam penemuan obat baru berbahan baku alam Indonesia.
“Karenanya Dexa Group sangat menyambut antusiasme peserta yang ingin menempuh pendidikan S2, seperti tahun-tahun sebelumnya, di mana ribuan pendaftar yang berasal dari 295 kabupaten/kota dan 349 kampus di seluruh Indonesia berpartisipasi dalam kompetisi ini,” jelas Sonny.
Dalam perjalanannya selama dua tahun, DASS telah melahirkan satu saintis baru lulusan S2 dari program beasiswa DASS 2018. Dia adalah Andi Rahim, seorang saintis lulusan program magister bidang Kimia dari Universitas Padjajaran.
Baca: KPAI Koordinasi dengan Kemendikbud Terkait 77 Siswa Dihukum Makan Kotoran
Andi Rahim menempuh S2 dalam jangka waktu kuliah kurang dari dua tahun dengan predikat summa cumlaude. Saat ini, Andi Rahim bekerja sebagai saintis di PT Fonko International Pharmaceuticals, salah satu perusahaan Dexa Group, yang memproduksi obat-obatan onkologi.