ASEAN Business Entity, Solusi ASEAN-BAC Hadapi Stagnasi Perdagangan dan Investasi Intra-ASEAN
ASEAN-BAC hadapi stagnasi perdagangan dan investasi intra-ASEAN dengan menciptakan ekosistem perdagangan dan investasi dengan ASEAN Business Entity.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdagangan global negara-negara ASEAN dinilai mengalami stagnasi pertumbuhan dari angka 6,4 persen hingga 7,8 persen. Proyeksi stagnasi nilai perdagangan intra-ASEAN selama dua dekade terakhir juga mencapai 22-23 persen.
Stagnasi yang terjadi dikarenakan beberapa hal, seperti sebagian besar produk yang dibuat di ASEAN adalah produk substitusi, bukan produk yang bernilai tambah. Hal ini membuat peluang untuk meningkatkan perdagangan antar anggota menjadi terbatas.
Tidak hanya itu, non tariff barriers (NTBs) dan non tariff measures (NTMs) juga menjadi faktor yang mampu menghambat perdagangan.
Terakhir, diperlukan kesadaran lebih dari negara-negara di kawasan ASEAN akan pentingnya untuk saling terintegrasi. Jika tidak, tentu saja ini akan jadi hambatan lainnya.
Mengingat hal tersebut, ASEAN diyakini masih perlu memainkan perannya dalam hal perdagangan dan investasi intra-ASEAN.
Menyikapi hal ini, Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC), Arsjad Rasjid secara konsisten menekankan seluruh negara antar ASEAN untuk terus menanamkan investasinya di dalam kawasan ASEAN. Penanaman investasi intra-ASEAN menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi intra-ASEAN.
“ASEAN-BAC selaku wadah dari sektor swasta dan bisnis di ASEAN ingin agar makin banyak investasi yang hadir di kawasan. Untuk itu kami sepakat untuk menciptakan sebuah ekosistem perdagangan dan investasi yang teregulasi dengan baik di kawasan,” kata Arsjad.
Lebih lanjut, Arsjad menyatakan bahwa ASEAN adalah pusat perdagangan dan investasi yang dinamis, serta memiliki potensi pemanfaatan kekayaan sumber daya alam dan manusia yang besar.
Menurutnya, hal itu terlihat dari data-data yang ada, yang menunjukkan bahwa ASEAN memiliki PDB gabungan lebih dari 3 triliun dolar AS dan FDI lebih dari 170 miliar dolar AS.
“Selain itu, pada sisi kemudahan berbisnis atau ease of doing business, data dari World Bank menunjukkan bahwa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand berada pada peringkat 25 besar,” ujar Arsjad.
ASEAN Business Entity, solusi untuk hadapi stagnasi
ASEAN-BAC pun menyadari bahwa ASEAN masih memiliki pekerjaan rumah untuk mempermudah perdagangan serta investasi yang bisa dinikmati seluruh negara di kawasan dan bersama mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.
Karenanya, ASEAN-BAC pun telah mengidentifikasi salah satu isu prioritas mengenai fasilitas perdagangan dan investasi. Dengan isu prioritas ini, telah dikembangkan sebuah legacy project bernama ASEAN Business Entity.
Harapannya, berbagai investasi intra-ASEAN yang mampu memberikan kemudahan-kemudahan khusus antar sesama negara di kawasan dapat tumbuh melalui legacy project ini. Dengan begitu, upaya ini juga dapat memberi dampak terhadap pertumbuhan perekonomian di kawasan.
“NTBs dan NTMs menjadi salah satu isu perdagangan di kawasan, hal ini yang ingin kita selesaikan melalui adanya legacy project ini,” kata Anne Patricia Sutanto, Policy Manager untuk ASEAN-BAC Trade Facilitation.
Inisiatif untuk mempromosikan perdagangan intra-ASEAN pun telah ditetapkan, yang meliputi beberapa sektor seperti energi baru terbarukan, kendaraan listrik, makanan dan minuman, tekstil dan finansial.
Selain itu, ASEAN-BAC juga akan fokus pada peningkatan dan harmonisasi perjanjian perdagangan termasuk ATIGA, RCEP dan FTA ASEAN Plus, dikarenakan penekanan pada aspek regulasi menjadi sangat penting.
“Bekerja sama dengan pemerintah, ASEAN-BAC telah memulai beberapa inisiatif, termasuk mereformasi kerangka hukum dan peraturan untuk memberikan perlakuan pajak yang setara bagi perusahaan rintisan, mendorong investasi intra-ASEAN, memperbarui persyaratan perizinan, dan mengurangi biaya kepatuhan,” kata Roderick Purwana, Policy Manager untuk Investment Facilitation.
Kemudahan investasi kunci pertumbuhan ekonomi
Regulasi yang memudahkan untuk berinvestasi dan berdagang antar negara ASEAN diharapkan akan dapat memicu pertumbuhan ekonomi kawasan.
Salah satu yang diupayakan lewat ASEAN Business Entity adalah membuat cost of doing business di kawasan ASEAN menjadi lebih rendah.
“ASEAN Business Entity menawarkan solusi jika seorang pengusaha sudah mendirikan perusahaan ASEAN di sebuah negara ASEAN, izin pendiriannya bisa dilegalkan juga di negara ASEAN lainnya, tanpa perlu mendaftarkan entitas bisnisnya awal lagi. Jadi, cost of doing business akan lebih rendah. Ini akan meningkatkan inisiatif insentif untuk berinvestasi inter-ASEAN,” kata Bernardino Vega selaku Wakil Ketua ASEAN-BAC.
Dengan regulasi yang memudahkan investasi dan perdagangan antar negara ASEAN ini, kolaborasi antar perusahaan di kawasan diyakini akan mengalami peningkatan. Terlebih, prinsip kolaborasi ini juga telah dilakukan oleh berbagai perusahaan besar seperti PT Astra International Tbk., Sinar Mas, Indika Energy, Bakrie Group, dan Mayora Group.
Indika Energy misalnya, mengungkapkan siap berinvestasi di kawasan ASEAN dan mendukung kemudahan berbisnis antar negara di kawasan.
“Sebagai perusahaan investasi dengan portofolio bisnis yang terdiversifikasi, kami tahu ASEAN memiliki potensi besar untuk menjadi rantai pasok energi baru dan terbarukan. Untuk itu, Indika juga siap mendorong pemanfaatannya dengan mengutamakan proses berkelanjutan,” ujar Azis Armand, Wakil Direktur Utama dan CEO Indika Energy Group.
Sinar Mas pun mengatakan bahwa mereka siap berkontribusi dalam mendukung kemudahan melakukan bisnis di kawasan ASEAN. “Kemudahan untuk berinvestasi adalah kunci keberhasilan pertumbuhan kawasan,” ujar Franky Oesman Widjaja, Chairman dan CEO Sinar Mas Agribusiness & Food.