Selaku Trade Facilitator dan Industrial Assistant, Bea Cukai telah mengeluarkan berbagai insentif dalam bentuk kemudahan prosedural dan fiskal salah satunya dengan fasilitas Pusat Logistik Berikat.
Salah satu tujuan PLB dibentuk adalah untuk menunjang industri dalam negeri dengan memberikan fasilitas fiskal terhadap impor bahan baku yang dapat menunjang industri.
Menanggapi terkait kabar yang menyatakan bahwa banyaknya impor pakaian jadi dari China, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita mengatakan sejauh ini belum ada PLB yang mendistribusikan barang berupa pakaian jadi impor dari China.
“Salah satu tujuan PLB dibentuk adalah dengan tujuan untuk menunjang industri dalam negeri dengan memberikan fasilitas fiskal terhadap impor bahan baku yang dapat menunjang industri, sehingga tidak mungkin akan diberikan izin memasukkan pakaian jadi ke dalam PLB,” ungkap Zaldy.
Pakaian jadi masih mungkin masuk dalam PLB barang jadi dan PLB e commerce, tapi sampai saat ini PLB barang jadi masih khusus untuk MMEA dan PLB e commerce kini belum beroperasional, tambahnya.
Ia juga memaparkan bahwa, untuk mendukung usaha kecil menengah ada PLB Industri Kecil Menengah (IKM) yang salah satu fungsinya sebagai kanal bahan baku industri kecil dan menengah di dalam negeri.
Pengeluaran dari PLB ke IKM juga tetap mengikuti ketentuan tata niaga yang berlaku di Indonesia.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro turut mengungkapkan ketentuan impor bahan baku melalui PLB.
“Bahan baku dapat diimpor langsung melalui PLB atau oleh importir umum untuk tujuan akhir kepada IKM. Jika dilakukan oleh importir umum dipersyaratkan mempunyai surat dari Kementerian Perdagangan yang berisi data IKM dan jumlah serta jenis yang boleh diimpor atau kuota. Kuota yang dimiliki oleh IKM ini dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan yang berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian,” ungkap Deni.
Zaldy menambahkan bahwa dengan adanya PLB, industri tekstil seharusnya merasa terbantu karena PLB kapas yang merupakan bahan baku utama dari industri tekstil merupakan PLB jenis pertama yang diluncurkan dan memberikan penghematan dan keunggulan kompetitif yang sangat besar bagi industri tekstil baik industri besar, menengah dan UKM.
Zaldy juga meminta agar Kementerian Perindustrian juga mengecek ke bagian yang berkaitan dengan industri tekstil di mana industri tekstil selama 2019 tumbuh dengan sangat baik untuk ekspor dan terjadi penambahan kapasitas dari pabrik-pabrik tekstil untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyampaikan bahwa pengeluaran barang impor dari PLB tetap mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan yaitu dengan memberlakukan SPI (Surat Persetujuan Impor) dan pembatasan jumlah dan jenis barang yang boleh diimpor (kuota), sehingga jumlah barang yang masuk secara teori tetap terkendali dan sudah sesuai dengan kebutuhan industri nasional.
Sementara itu, menanggapi masuknya pakaian impor ditenggarai melalui PLB e-commerce, Zaldy mengatakan bahwa sampai dengan hari ini belum ada PLB e-commerce yang beroperasi sesuai izin yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Jadi, pakaian jadi yang dibahas dan beredar di Indonesia saat ini dapat dipastikan bukan dari PLB e-commerce,” ungkapnya.
Pada kesempatan lain, PT Uni Air Cargo pelaku e-commerce Indonesia, Eko Prasetyo mengatakan bahwa e-commerce adalah praktik global yang tidak bisa kita hindari saat ini.
Pada 2016, potensi transaksi e-commerce di Indonesia mencapai USD 20 Miliar dan berpotensi tumbuh hingga USD 130 Miliar pada 2020. Bahkan, 2 dari 4 unicorn Indonesia adalah startup di bidang e-commerce.
“Perdagangan internasional melalui e-commerce paling efisien, cepat, dan menguntungkan bagi konsumen,” ujarnya.
Akan tetapi, hal ini membuat negara harus memberikan treatment yang tepat atas praktik e-commerce.
Konsumen akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari celah yang paling menguntungkan, baik dengan memanfaatkan jasa titipan maupun menggunakan splitting nilai barang untuk memenuhi persyaratan mendapatkan de minimus, USD 75.
Melihat kondisi ini, Pemerintah melalui PLB e-commerce berusaha memberikan solusi untuk mendukung e-commerce dengan tetap menjamin pertumbuhan industri dalam negeri dan penerimaan negara.
Dengan PLB e-commerce, barang yang diimpor akan dikenai tarif flat 7,5 persen seperti halnya skema impor barang kiriman, tetapi tidak diberlakukan ketentuan de minimus barang kiriman.
Jadi, semua barang yang dikeluarkan dari gudang PLB e-commerce ke dalam negeri pasti dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Adapun keberadaan PLB yang dibangun pada 10 Maret 2016 merupakan realisasi dari Paket Kebijakan Ekonomi jilid II yang diharapkan dapat menurunkan biaya logistik nasional, mempercepat waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan serta menarik investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional. (*)