News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Terpuruk

Rupiah Masih Lesu, Melemah 0,7 Persen

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang petugas memeriksa dan menghitung uang dollar AS yang ditukar salah seorang warga di Golden Money Changer, Jalan Otto Iskandardinata, Kota Bandung, Jumat (23/8/2013). Melemahnya nilai tukar rupiah yang mencapai Rp 11.000 per 1 dollar AS dimanfaatkan sejumlah masyarakat di Kota Bandung untuk mengambil keuntungan dengan menukarkan uang dollar AS mereka. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rupiah masih belum bertenaga. Mengutip data Bloomberg, pada Senin(26/8/2013) pukul 11.58 WIB, rupiah melemah 0,7% menjadi Rp 10.855 per dollar AS. Ini merupakan level terlemah sejak April 2009 lalu.

Pelemahan rupiah di pasar spot pada pekan lalu mencapai 3,7% yang merupakan pelemahan mingguan terburuk sejak November 2008.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan nilai tukar rupiah di pasar non deliverable forward (NDF) untuk pengantaran satu bulan ke depan, posisi rupiah di pasar spot lebih premium 4,9%. Asal tahu saja, nilai tukar rupiah di pasar NDF untuk pengantaran 1 bulan keok 1,3% menjadi 11.412 per dollar AS.

Pelemahan rupiah dipicu oleh kecemasan pelaku pasar bahwa kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia saat ini belum cukup untuk mengangkat kembali pamor rupiah.

Seperti yang diketahui, pada 2 Agustus lalu, Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan Indonesia akan menawarkan pemangkasan pajak bagi perusahaan berorientasi ekspor untuk mengerek penjualan luar negeri dan mengurangi defisit neraca perdagangan. Pada hari yang sama, Bank Indonesia (BI) juga mengumumkan sejumlah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan suplai mata uang asing.

"Kebijakan-kebijakan tersebut bertujuan untuk mengatasi isu struktural dalam jangka menengah-panjang. Sementara, pelaku pasar mengharapkan kebijakan cepat dalam menghadapi pelemahan rupiah," papar Eric Alexander Sugandi, ekonom Standard Chartered Plc kepada Bloomberg.

Dia menambahkan, bukan berarti kebijakan tersebut buruk. "Hanya saja dampak dari kebijakan itu baru akan terasa setidaknya satu bulan ke depan," imbuhnya.  (Barratut Taqiyyah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini