TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo telah menyerah. Lembaganya tidak lagi mampu mempertahankan bunga bank yang terjadi selama ini. Ia menuturkan era dana murah dengan tingkat suku bunga yang rendah pada masa kepemimpinan Gubernur BI terdahulu, Darmin Nasution, hampir dipastikan tidak bisa terulangi lagi.
Kondisi yang berbeda baik dalam cadangan devisa, neraca transaksi berjalan membedakan situasi pasar. Apalagi indonesia alami defisit neraca pembayaran yang besar selama 7 kuartal terakhir ini.
"Kondisinya berbeda secara fundamental kita alami defisit neraca pembayaran yang mengindikasikan rendahnya aliran modal asing ke kita, saya rasa sudah sulit," kata Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (20/9/2013).
Pada masa Darmin Nasution aliran dana asing masuk seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih lebih tinggi ketimbang dengan kondisi sekarang.
Apalagi pada saat itu, kondisi makro ekonomi di negara asalnya, (Eropa & AS) sedang terpuruk tajam sehingga mau tak mau dana tersebut menumpuk di negara yang pertumbuhannya cukup tinggi seperti di indonesia.
"Ketika itu kita pertumbuhan ekonomi kita berjalan dengan sangat baik, dan mereka lagi krisis, apalagi neraca berjalan kita selalu surplus, sekarang pertumbuhan ekonomi kita tidak sebaik kondisi lalu, dengan basic neraca berjalan yang defisit," katanya.
Dengan kondisi ini maka porfolio investasi di negara berkembang akan menurun apalagi dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lainnya seperti di Filipina dan Thailand.
"Jadi penurunan pertumbuhan ekonomi kita seiring dengan negara lainnya namun yang lain juga bagus dan bisa mempertahankan surplus neraca berjalannya jadi tantangan ke depan akan lebih sulit," katanya.