TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bank Syariah Mandiri (BSM) menemukan pelanggaran ketentuan internal yang mengindikasikan adanya dugaan tindak pidana perbankan di BSM kantor cabang Bogor pada tahun 2012.
Konsultan hukum BSM Sulistio mengungkapkan, adanya penyaluran kredit fiktif sudah ditemukan pada 2011 dan pada akhirnya berujung pada temuan barang bukti pada 2012.
"Setelah kami tindaklanjuti, dari kecurigaan kemudian kami dapatkan hasil adanya indikasi pelanggaran dugaan tindak pidana perbankan. Pada 2012 kami baru menemukan alat bukti permulaan," ujar Sulistio di Gedung BSM, Jakarta, Kamis (24/10).
Kecurigaan awal BSM akan adanya penyelewengan penyaluran kredit adalah adanya dugaan penggelembungan dana atau mark up dalam penyaluran kredit. Penyaluran kredit yang diselewengkan berupa kredit perumahan di kawasan Bogor.
"Bukti awal kami temukan hal yang umum dilakukan seperti mark up. Dari temuan awal lantas kami teliti penyaluran kredit yang ada, yang ditemukan kemudian kami jadikan alat bukti," ucap Sulistio.
Sulistio menyebutkan, hingga saat ini BSM masih menghitung kerugian yang ditimbulkan atas kasus ini. Dari penyaluran kredit sebesar Rp 102 miliar itu, yang belum kembali adalah sekitar Rp 59 miliar. Namun, lanjut Sulistio, angka itu masih bisa berubah, kerugian yang timbul sedang dalam proses penyidikan.
Sebagai catatan, pihak kepolisian menetapkan tiga orang tersangka kasus pembobolan dana kredit di Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie bilang, tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka pembobolan uang BSM lewat kredit fiktif tersebut adalah Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, dan Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa.
Menurut Franky, data sementara menyebutkan terjadi penyimpangan pemberian fasilitas pembiayaan terhadap 197 nasabah secara fiktif dengan total dana mencapai Rp 102 miliar, dengan potensi kerugian Rp 59 miliar.
Penyelidikan atas kasus pembobolan ini terus dikembangkan. Polisi mensinyalir masih ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut. Salah satunya adalah keterlibatan seorang debitur dalam persekongkolan tersebut.
Tiga tersangka yang sudah diringkus diterapkan pasal 63 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).