TRIBUNNEWS.COM - Selama sembilan bulan tahun 2013 ini, Indosat memang tengah mengalami kerugian selisih kurs dollar AS. Kerugian disebabkan sebagian besar utang Indosat menggunakan dollar AS.
Pengamat pasar modal Reza Priyambada mengatakan, industri telekomunikasi memang sedang mengalami perlambatan sejak beberapa tahun terakhir.
“Sekarang yang diadu bukan jenis produk, karena hampir semua produk operator sama, karena itu hanya operator yang punya layanan terbaik saja yang dipilih konsumen,” ujar Reza, Minggu (3/11/2013).
Tidak hanya Indosat namun dialami oleh pelaku usaha lain. Namun ia optimis ada pertumbuhan jika operator punya komitmen untuk meningkatkan layanan.
PT Indosat (ISAT) Tbk tetap mencatat pertumbuhan bisnis. Berdasarkan ikhtisar laporan keuangan konsolidasi yang belum di audit, Indosat mencatat kenaikan pendapatan.
Sejak Januari hingga September 2013, dibandingkan periode yang sama pada 2012 (year on year), pendapatan Indosat mencapai Rp 17,799 triliun. Pendapatan perseroan yang terdiri dari bisnis seluler dan non-seluler ini, naik 9,4 persen dari 2012 sebesar Rp 16,275 triliun.
Bisnis non seluler Indosat sangat menopang kenaikan tersebut yakni sebesar 17,7 persen dari 2012, selain itu ada kenaikan Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA) sebesar Rp 7.966 trilun atau 3,9 persen, serta ditopang kenaikan Average Revenue Per-User (ARPU) 1,1 persen dari Rp 27,2 menjadi Rp 27,5.
Tidak hanya tahunan, Indosat juga mencatat kenaikan pendapatan pada triwulan ketiga 2013 mencapai Rp 6,091 triliun atau naik 2,9 persen dibandingkan triwulan ketiga 2012 yang sebesar Rp 5,919. Pendapatan itu terdiri dari Rp 4.907 triliun bisnis seluler dan Rp 1.183 triliun dari bisnis non-seluler.
Indosat telah melakukan langkah-langkah ekspansif memperluas jangkauan telepon seluler seperti, menambah jumlah Base Transceiver Station (BTS) dari 21.642 di tahun 2012 menjadi 23.207 di 2013. Selain itu, Indosat menambah kualitas layanan data dengan menambah jumlah BTS 3G hingga 4.993.