TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia sudah mengingatkan adanya ancaman penggelembungan atau bubble properti di Indonesia. Akan tetapi, kalangan perbankan yakin ancaman bubble tersebut masih jauh dari sektor properti.
Hal ini disampaikan oleh EVP Coordinator Consumer Finance Bank Mandiri, Tardi di Jakarta, Kamis (28/11). Alasannya Tardi adalah, sektor properti Indonesia saat ini tumbuh tinggi karena tingginya tingkat penyerapan.
Menurutnya, kenaikan harga properti di Indonesia terjadi bukan didominasi kegiatan spekulasi tapi karena tingginya tingkat penyerapan dan hunian properti, dengan tren yang terus meningkat.
Selain itu, perbandingan harga terhadap pendapatan per kapita atau price to income ratio di Indonesia, juga masih relatif kecil bila dibandingkan negara-negara Asia Pasifik lainnya.
Berdasarkan sumber data Bank Indonesia yang dikutip Bank Mandiri, per September 2013, harga rata-rata apartemen per pendapatan per kapita sebesar 61, dibandingkan Malaysia dan Singapura sebesar 25 dan 32.
Selain itu, untuk di Jakarta, dalam dua tahun terakhir penyerapan apartemen saja menyentuh angka di atas 35.000 unit, naik jika dibandingkan tahun 2011 dengan penyerapan sebesar 16.673 unit.
Lebih lanjut Tardi mengungkapkan, indikator lainnya menunjukkan, bawah bubble tidak terjadi karena kualitas kredit properti saat ini cenderung turun walaupun tetap terjaga di bawah 3 persen.
Selain itu, kata Tardi, rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) untuk KPR dan KPA per September 2013 masih di bawah 5 persen, masing-masing 2,44 persen dan 1,83 persen. "Ini memberikan ruang untuk tumbuh dan masih jauh dari kejenuhan," ungkap Tardi.(Dea Chadiza Syafina)