TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasehat Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA) Faisal Basri menilai penetapan pajak terutang yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terhadap Asian Agri Group tidak rasional.
Menurutnya ketidakrasionalan besaran pajak tersebut terlihat karena pajak terutang melebihi pendapatan yang diterima oleh Asian Agri. Ia memaparkan seharusnya beban pajak yang ditanggung Asian Agri tidak seperti yang dinyatakan Ditjen Pajak yakni sebesar Rp 1,3 triliun.
"Dengan kekurangan pembayaran pajak Rp 1,3 triliun, berarti laba yang dilaporkan selama 2002 hingga 2005 sebesar Rp 4,3 triliun," jelas Faisal di Wisma Nusantara, Rabu (19/2/2014).
Dikatakan mantan calon Gubernur DKI tersebut, untuk mendapatkan laba sebesar itu, maka Asian Agri harus menghasilkan laba sebelum pajak sebesar 57,3 persen dengan asumsi harga Crude Palm Oil (CPO) sebesar USD 1.338 per ton selama empat tahun. "Atau produksi CPO per hektar 15,5 ton," katanya.
Sementara itu, menurut Faisal, dalam rentang waktu tersebut Asian Agri hanya membukukan laba sebelum pajak sebesar 16,7 persen. Sehingga menurutnya Asian Agri kemudian dibebani pajak melebihi laba.
"Masa orang diwajibkan membayar pajak lebih besar ketimbang pendapatannya?" katanya.