TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil berpendapat bahwa pemerintah dan seluruh stakeholders industri telekomunikasi perlu berpartisipasi dan mendukung penyelamatan PT Axis Telekom Indonesia (Axis) dari kebangkrutan.
Menurut Sofyan, kondisi Axis sudah sangat sulit, terutama dari aspek keuangan, sehingga perlu diselamatkan.
“Terlepas dari kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunan rencana bisnis di Axis, Pemerintah harus mendukung upaya untuk mencarikan jalan keluarnya, dan cara terbaik adalah melalui mekanisme pasar,” kata Sofyan, di Jakarta, Jumat (21/2).
Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, tiap tahun Axis merugi Rp 2,3 triliun dan sempat menunggak pembayaran kewajiban Bea Hak Frekuensi (BHP) Frekuensi kepada pemerintah.
Sofyan menyatakan, meskipun penyelamatan Axis menjadi tanggungjawab pemegang sahamnya, pemerintah sebagai regulator perlu mendukung setiap usaha yang baik untuk penyelamatan entitas bisnis ini. Pasalnya, jika Axis dapat diselamatkan, maka semua stakeholders akan diuntungkan. Contohnya, pemerintah akan mendapatkan pelunasan BHP, karyawan tetap bekerja, sementara pelanggan dan mitra bisnis Axis lainnya tetap dapat menjalankan aktivitasnya.
Keberadaan investor asing, seperti STC yang menjadi pemegang 80,1% saham Axis, merupakan respon terhadap kebijakan Pemerintah RI berkaitan dengan investasi asing. Oleh karena itu, jika ternyata mereka mau keluar, tentu tidak boleh dihambat.
“Adanya kebijakan free entry tentu juga juga ada mekanisme free exit-nya. Ini adalah standar normal dalam kebijakan investasi dimanapun,” jelas Sofyan.
Sofyan menambahkan, rencana merger dan akuisisi Axis oleh XL merupakan solusi tepat untuk menyelamatkan perusahaan itu dari kebangkrutan.
Sehingga permasalahan menjadi win-win solution bagi semua pihak. Pemegang saham Axis bisa mendapatkan kembali sebagian dari investasinya, sementara hak-hak daripada stakeholders lain tetap terjamin.
“Kesediaan XL untuk mengambil alih serta merger dengan AXIS, merupakan solusi yang sangat tepat dalam rangka memberikan jalan investor asing untuk “exit” sekaligus menghindari kerugian Pemerintah dari tunggakan BHP. Jadi sudah seharusnya Pemerintah sepenuhnya mendukung,” papar Sofyan melalui rilis yang dikirim ke Tribunnews,com.
Upaya merger antara XL dan Axis, lanjut Sofyan, sesungguhnya sejalan dengan rencana lama Kominfo untuk merasionalisasi jumlah operator telekomunikasi di Indonesia.
Jumlah operator yang mencapai 11 perusahaan, disadari terlalu banyak dan tidak ideal. Sebab, akan sangat sulit bagi operator kecil untuk bertahan dan melakukan investasi di industri yang sangat padat ini.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Setyanto Santosa, berpendapat bahwa seharusnya proses merger XL didukung semua stakeholders.
“Proses merger XL semestinya tidak perlu dipersulit, sama seperti proses merger Indosat-Satelindo dan Smart-Fren sebelumnya,” kata Setyanto, dalam Forum Telekomunikasi Kompas Gramedia Group, akhir pekan lalu.
Sebelumnya, Presiden Direktur dan CEO Axis, Erik Aas menegaskan bahwa akuisisi Axis oleh XL merupakan langkah tepat untuk mengatasi kesulitan keuangan perusahaan.