TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pelaku usaha meminta Kementerian Perdagangan melanjutkan program perubahan term of trade ekspor dari free on board (FOB) menjadi sistem cost, insurance and freight (CIF) yang sudah menjadi kesepakatan bersama pada tahun lalu dengan segera memulai uji coba pelaksanaan penggunaan term CIF untuk ekspor.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan implementasi term CIF untuk ekspor tidak hanya berdampak bagi peningkatan nilai devisa yang tercatat, tetapi juga ke sektor ekonomi lainnya sehingga program ini seharusnya dapat lebih cepat dilaksanakan.
Dia mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa beberapa waktu itu. “Pak Hatta minta agar program term CIF untuk ekspor ini, tidak berhenti pada urusan freight yang tercatat, tetapi harus segera terealisasi,” katanya.
Di sisi lain, INSA juga sudah melakukan pembicaraan dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. “Mendag mendukung program ini. Kami berharap, Kementerian Perdagangan tidak kehilangan semangat untuk mewujudkan program term CIF untuk ekspor,” katanya.
Menurut dia, program CIF ini telah mendapat dukungan dari seluruh kementerian terkait karena kebijakan tersebut akan memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian nasional sepertinya meningkatkan devisa, pajak, industry kapal, logistic, kepelabuhanan dan perdagangan.
Oleh karena itu, INSA berharap roadmap penerapan term CIF segera dirampungkan. “Tetapi, tanpa menunggu proses penetapan roadmap ini dilakukan, uji coba penerapan system CIF seharusnya bisa dilakukan atas sejumlah komoditas ekspor.”
Berdasarkan kajian Kementerian Perdagangan (Kemendag), implementasi term of trade CIF (Cost Insurance and Freight) pada aktivitas ekspor Indonesia diperkirakan mampu menambah devisa negara sebesar 10% dari nilai ekspor atau sebesar US$20 miliar.
Seperti diketahui, pada 27 Februari 2013, Kementerian Perdagangan bersama dunia usaha menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) untuk mengubah term of trade ekspor dari sistem FOB menjadi CIF.
Sejumlah pihak yang menandatangani MoU itu adalah Menteri Perdagangan, Kadin Indonesia, Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) dan Indonesia Exim Bank.
Kemendag sendiri telah mengusulkan agar komoditas batubara dan CPO sebagai komoditi percontohan yang akan diekspor dengan menggunakan term of trade CIF mengingat Indonesia saat ini menjadi salah satu pemasok utama kebutuhan dunia atas kedua komoditas tersebut.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia telah mengekspor sedikitnya 330 juta ton komoditas batu bara per tahun dan 18,14 juta ton CPO (crude plam oil) atau total mencapai 348,14 juta ton.