News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Tembakau Dibahas, Rencana FCTC Harus Dihentikan

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengiris dan mengemas tembakau siap pakai di pabrik tembakau iris Padud Jaya di Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (27/8/2013). Tembakau yang berasal dari Lombok, Madura, Sumedang, Garut dan tempat lainnya tersebut dikemas di pabrik ini mulai dari kemasan 25 gram hingga 100 gram dengan harga jual mulai Rp 1.500 - Rp 10.000 per bungkus. Pabrik yang dikelola sudah tiga generasi sejak 1960-an itu memasarkan produknya ke sejumlah kota di pulau Jawa dan luar Jawa dengan rata-rata produksi 50 ton per bulan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih tetap ngotot untuk mengaksesi Framework Convention in Tobacco Control (FCTC). Padahal DPR tengah merancang Undang-Undang tentang Tembakau.

Menanggapi rencana Menkes, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Poempida Hidayatulloh meminta Kemenkes menghentikan rencana mengaksesi FCTC.

DPR meminta pemerintah untuk menahan diri dan tidak mengeluarkan regulasi lain. “Terlebih, regulasi ini (FCTC) tidak berpihak pada kepentingan nasional secara keseluruhan," kata Poempida, Selasa (4/3/2014).

"Indonesia memiliki kedaulatan hukum sendiri. Karena itu, bila pemerintah akan meratifikasi sebuah kesekepatan internasional, harus mempertimbangkan kepentingan nasional, khususnya kepentingan rakyat Indonesia," katanya dalam rilis,  Selasa (4/3/2014).

Poempida menegaskan, FCTC berhubungan erat dengan kepentingan negara-negara maju. Mereka akan mengintervensi untuk menerima dan mengikuti FCTC. Akibatnya kedaulatan perekonomian nasional pun diintervensi negara-negara maju sehingga bertentangan dengan kepentingan perekonomian nasional.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Abdul Kadir Karding sepakat dengan Poempida. Dia menegaskan, agar pemerintah tidak mengaksesi atau meratifikasi FCTC karena akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau sekaligus dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan RUU Pertembakauan.

"Baleg sudah mengirim surat ke pimpinan DPR untuk kemudian diteruskan ke Presiden. Kita minta pemerintah tidak melakukan ratifikasi, karena kami khawatir ada konten yang tumpang tindih, dan nantinya mempersulit," ujar Karding.

Ia menjelaskan, keputusan penolakan ratifikasi itu sudah lama dan surat keberatan Baleg sendiri sudah dikirimkan pada 28 Februari lalu. Ia yakin, karena urgensi surat itu, pimpinan DPR sudah menyerahkan ke Istana."Saya optimis sudah sampai Istana," ucapnya.

RUU Pertembakauan sendiri, menurut Karding, sudah dalam tahap finalisasi di Baleg dan diharapkan akan selesai pada tahun ini. "Ini terus berproses, kami minta FCTC dipending dulu, untuk kemudian nanti menyesuaikan dengan UU Pertembakauan," tegasnya.

Ia menegaskan, sektor industri tembakau nasional merupakan sektor industri ekonomi nasional yang telah mapan dan terbentuk dari hulu hingga hilir dengan prosentasi penyerapan tenaga kerja kerja yang tinggi, bahan baku mandiri, tata niaga yang telah terbentuk dan merupakan penyumbang penerimaan negara cukai dan pajak yang tidak sedikit.

"Kami ingin menyelamatkan petani dan tanaman tembakau, ini sikap partai," tegas Karding.

Dia menegaskan, PKB bukan tidak memperhatikan isu kesehatan. Namun dalam ratifikasi FCTC sudah jelas akan membunuh puluhan juta orang yang ada struktur bisnis rokok atau tembakau.

"PKB akan berbeda sikap dengan kementerian yang setuju FCTC. Aksesi ini akan membunuh puluhan juta orang yang bergantung pada tembakau," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini