TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar mengaku terkejut setelah mendapat surat edaran dari Sekretaris Daerah Kota Bandung baru-baru ini.
Pasalnya, dalam surat edaran tersebut dinyatakan kenaikan tarif air tanah naik dari Rp 500 per meter kubik menjadi Rp 5.000 per meter kubik. PHRI menyatakan penolakan.
"Kami keberatan dengan adanya kenaikan tarif air tanah hingga 1.000 persen ini. Kenaikan tarif listrik dan upah minimum kota saja sudah memberatkan," ujar Ketua PHRI Jabar, Herman Muchtar dalam konferensi pers di Hotel California, Jalan Wastukencana, Rabu (2/4).
Tak hanya masalah kenaikan tarif listrik dan UMK saja yang memberatkan. Menjamurnya hotel di Kota Bandung juga sudah meresahkan. Berbagai ekses muncul, salah satunya meningkatnya persaingan tak sehat terkait tarif menginap hingga pembajakan sumber daya manusia.
"Hotel bertambah banyak, tapi SDM berkualitas minim. Akhirnya terjadilah pembajakan SDM bidang perhotelan dari satu hotel ke hotel lain," kata Herman.
Okupansi hotel di Kota Bandung pun menurun menjadi 52 persen. Ia mengatakan idealnya okupansi hotel mencapai 75 persen untuk kota Bandung dan 60 persen untuk Jawa Barat.
"Perkembangan hotel di Jawa Barat cukup mengkhawatirkan. Saya mendapat laporan di Setiabudi sedang dibangun 5 hotel baru, sedangkan di Cihampelas ada 6 hotel baru," ujar Herman.
Herman mengatakan pihaknya tentu tidak memiliki hak untuk mengajukan moratorium. Harus menjadi kebijakan Pemerintah Kota Bandung untuk mengambil tindakan. Ia juga mengatakan PHRI Jawa Barat sudah mengajukan ke Pemkot Bandung untuk audiensi, membahas kenaikan tarif air tanah.
Ketua Badan Promosi Pariwisata (BPP) Jawa Barat, Cecep Rukmana, mengatakan jika kondisi perhotelan terus mengalami kendala, maka perhotelan bisa rontok dalam 4 hingga 5 tahun mendatang. Ia pun mempertanyakan dasar Pemkot Bandung menaikkan tarif air tanah. Selain itu, PDAM pun tak bisa memberikan air berkualitas.
"Harusnya kan pemerintah memberikan infrastruktur yan baik, karena kami sumber pendapatan pajak. Kontribusi hotel kan banyak," ujarnya.
Di sisi lain, Iwan Rusmawan, Kepala Bidang Sarana Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, mengatakan dalam pembuatan rancangan pariwisata Kota Bandung, Pemkot Bandung berupaya untuk adil dan berdasarkan kajian.
Menjawab rendahnya okupansi hotel, ke depannya Pemkot Bandung fokus mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. (feb)