TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM bekerjasama dengan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) memfasilitasi pemasaran produk olahan sabut kelapa bagi Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) dengan menggandeng perusahaan asal Srilanka, PT. Eight International.
Demikian diungkapkan Kepala Bidang Produktivitas, Asisten Deputi Urusan Produktivitas dan Mutu Kementerian Koperasi dan UKM, Rahmadi dan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra Pawennari dalam siaran persnya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (4/10/2014).
“Kita sudah ketemu Mr. Marlon Mendis, Manager PT. Eight International, perusahaan yang memproduksi tali sabut kelapa di Bandar Lampung. Hasilnya, mereka siap menampung serat sabut kelapa (coco fiber) dari KUMKM. Kebutuhannya, rata – rata 18 ton per hari,” ujar Rahmadi.
Sebelumnya, dalam acara Bimbingan dan Sosialisasi Penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) Bagi KUMKM Sabut Kelapa di Krui, Pesisir Barat, Lampung yang dihadiri Bupati Pesisir Barat, Kherlani, Ketua Umum AISKI, Efli Ramli, Peneliti LIPI, Agusto W Martosudirdjo dan Praktisi Koperasi, Akhmad Junaedi itu, Rahmadi juga memaparkan program pemberian bantuan stimulan kepada KUMKM yang berbasis pengolahan sabut kelapa di Indonesia.
“Kemenkop dan UKM tidak hanya memberikan bantuan stimulan kepada KUMKM, tapi juga memfasilitasi peningkatan produktivitas, mutu dan pasar produknya. Salah satunya dengan menggandeng AISKI untuk pendampingan pasarnya dan LIPI untuk pendampingan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna,” katanya.
Potensi Pasar
Sementara itu, Ketua Umum AISKI, Efli Ramli menyampaikan apresiasinya kepada Kemenkop dan UKM atas kepeduliannya dalam merangsang pertumbuhan KUMKM yang berbasis pemanfaatan sabut kelapa di Indonesia. Diharapkan, dengan adanya bantuan stimulan ini, volume ekspor coco fiber Indonesia terus mengalami peningkatan.
“Bantuan stimulan yang disalurkan Kemenkop dan UKM ini hendaknya dapat memicu pertumbuhan ekonomi di daerah yang memiliki potensi sabut kelapa. Apalagi harga dan permintaan pasar ekspor coco fiber terus meningkat dari waktu ke waktu,” jelasnya.
Efli yang baru pulang melakukan perjalanan bisnis ke Tiongkok mengungkapkan, dari hasil pertemuannya dengan sejumlah importir coco fiber di Tiongkok, negara yang berjuluk Tirai Bambu itu membutuhkan coco fiber sekitar 2.000 ton per hari. “Ini peluang yang cukup positif untuk Indonesia sebagai produsen buah kelapa terbesar di dunia,” bebernya.
Sebagaimana diketahui, coco fiber dalam perdagangan internasional mulai digemari konsumen karena sifatnya yang ramah lingkungan dan alami. Coco fiber banyak dibutuhkan sebagai bahan baku pada industri spring bed, matras, jok mobil, sofa, tali, bantal, keset kaki dan lain-lain.
Kemenkop dan UKM Fasilitasi Pasar Sabut Kelapa ke Perusahaan Srilanka
Penulis: Hendra Gunawan
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger