TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan menyarankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk memecahkan permasalahan pelaksanaan Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offring/IPO).
"Mereka harus duduk bersama, memetakan apa yang membuat kesulitan perusahaan untuk IPO," kata Haryajid, Jakarta, Sabtu (6/12/2014).
Menurut Haryajid, di negeri Tirai Bambu jumlah perusahaan yang IPO dalam setahunnya bisa mencapai ratusan. Hal ini berbeda jauh dengan Indonesia, yang hanya mampu puluhan perusahaan. Saat ini saja, baru 20 perusahaan yang berhasil IPO.
"Di Cina itu bisa 100 lebih yang IPO, perizinannya enggak rumit," ucapnya.
Mengenai permasalahannya, Hariyajid, enggan menyebutkannya. Sebab, OJK dan BEI lebih mengetahuinya persoalan yang ada, apakah dari proses akuntan publik atau dari persyaratan lainnya.
Sementara itu, mengenai penurunan target BEI untuk menjaring 35 perusahaan agar bisa IPO pada tahun depan. Hariyajid menilai, semua itu sudah mempertimbangkan kondisi makro ekonomi ke depan dan berkaca pada tahun ini yang hanya mampu membawa 20 perusahaan IPO dari target 30 perusahaan.