Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA ---- Sepanjang tahun 2014 nilai ekspor Indonesia tercatat menurun hingga sekitar 13 persen. Menurut Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, tahun 2015 ini bukan lah tahun yang mudah bagi Indonesia untuk menaikkan nilai ekspornya.
Kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla di Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (5/1/2014), Sofyan mengatakan bahwa salah satu alasan bahwa tahun ini akan menjadi tahun yang berat adalah turunnya harga minyak dunia hingga mencapai di bawah 60 USD perbarel.
"Karena harga minyak tertekan, otomatis yang lain terdampak, batu bara, CPO (red: crude palm oil), LNG (red: liquid natural gas)," katanya.
Rencanannya untuk mendongkrak devisa dari ekspor pemerintah akan mewajibkan penggunaan fasilitas transaksi internasional Letter of Credit (L/C) kepada para eksportir. Kata Sofjan dalam 2-3 bulan lalu peraturannya akan dirampungkan pihak Kementerian Perdagangan.
Selama ini hasil transaksi dari industri tambang, hingga kelapa sawit, uangnya tidak disimpan di dalam negri oleh para eksportir. Hal itu membuat barang yang diekspor tercatat tinggi, namun tidak berbanding lurus dengan uang yang masuk. Dengan L/C uang tersebut tidak akan lari ke luar negri.
"Kita jadi tahu di mana itu uangnya nyangkut. selama ini kan kita volume ekspornya besar, devisanya tidak semua masuk ke dalam negeri,"
Ia mengingatkan bahwa tahun ini pemerintah akan berlanja triliunan rupiah, untuk hal-hal yang produktif seperti pembangunan infrastruktur untuk mempermudah industri. Dengan demikian diharapkan tahun 2016 mendatang nilai ekspor Indonesia akan naik setidaknya menyamai pencapaian tahun 2012 lalu, yang mencapai 200 miliar USD.
"kita usaha harus keras sekali untuk ekspor lebih banyak dan mengurangi impor kita. saya harap kita bisa capai target di 2016, 2015 ini kita konsolidasi dan bangun infrastruktur," tandasnya.