“Saya pikir, dengan berbagai kondisi yang terjadi di dunia migas dan tata kelolanya, sepertinya, Undang-Undang Migas berikutnya akan lebih tebal, karena kita harus memuat semuanya secara detail. Jika tidak, persoalan yang dihadapi saat ini akan kembali terulang.
Lebih jauh, satya juga sepakat bahwa, pemerintah sebagai pemegang kendali terhadap semua kegiatan migas harus bertanggungjawab. Tim reformasi tata kelola migas yang diketuai Faisal Bari, hanyalah konsulatan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola migas. Tanggungjawab utamanya tetap berada pada pemerintah.
“Kalau tim (reformasi Migas) yang diketuai pak Faisal Basri kan hanya konsultan pemerintah. usianya hanya 6 bulan. Tetapi tanggungjawab sepenuhnya tetap pada pemerintah yakni Menteri ESDM,” ungkapnya.
Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), tidak menampik adanya kelaonggaran dalam kebiajakan, pelaku usaha pengguna gas bumi harus menanggung akibatnya.Dampak yang dirasakan adalah harga yang terbilang sngat tinggi. Ada perbedaan yang sangat jauh antara harga beli yang dibeli oleh penjual gas bumi dan yang dibeli oleh industri hilir penggunanya. “Kenaikan harganya sangat tidak wajar,” ungkapnya.
Safiun bahkan membandingkan dengan harga gas di beberapa negara tetangga. Bahkan Siangpaura yang tidak memiliki sumber gas, meski membeli dari pelaku usaha dengan harga tinggi, namun ketika dijual kepada industri pengguna akhir di negaranya jauh lebih murah. Karena pemerintah di Singapura, ingin meningkatakan nilai tambah dari kehadiran industri di negara tersebut.
Karena itu ia beraharap pemerintah ke depan harus turun tangan memikirkan harga gas bumi yang dianggap terlalu tinggi dan tidak wajar itu. Keterlibatan pemerintah, bisa melalui aturan yang lebih tegas dan ketat serta keikutsertaan langsung pemerintah dalam penentuan harga yang wajar dan sesuai.
“Poinnya, pemerintah harus turun tangan dan ikut membantu. Kalau tidak, industri yang menggunakan gas bumi akan gulung tikar, apalagi memaasuki masyarakat ekonomi Asean tahun ini,” katanya lagi.