TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) seharusnya mengembangkan Pelabuhan Cirebon untuk mengurangi kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, daripada ngotot membangun Cilamaya yang baru bisa beroperasi di tahun 2023.
"Kenapa kemenhub tidak memaksa Pelabuhan Cirebon dibangun? Harusnya bisa. Kalau bisa memaksa Cilamaya, berarti Cirebon juga bisa memaksa kembangkan pelabuhan," kata Ina Primiana, Peneliti dari Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Kamis (5/3/2015).
Menurutnya, daripada ngotot membangun Pelabuhan Cilamaya yang masih tidak jelas akibat Kemhub tidak mengajak semua
pihak yang mempunyai kepentingan di wilayah tersebut, harusnya mengembangkan Pelabuhan Cirebon yang sudah mempunyai fasilitas pendukung dan siap dioperasikan.
"Cirebon bisa dijadikan prioritas oleh Kemenhub, karena fasilitas pendukung di sana sudah lengkap. Ada kereta api dan jalan tol yang akan dikembangkan. Nanti biaya transportasinya akan menjadi murah," kata Ina.
Guru besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini mengatakan, konflik kepentingan di Cilamaya karena semua pihak tidak dilibatkan, seperti Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sebagai pengelola sumur dan fasilitas produksi minyak dan gas (migas) blok ONWJ.
"Perencanaannya tidak terintegrasi antarinstansi dan lembaga dalam merumuskan pembangunan Cilamaya, sehingga menjadi konflik. Dikatakan bahwa Feasibility Study (FS) selesai pada 2011, tapi baru diketahui 2014. Sedangkan tata ruang Karawang baru ditetapkan 2013," kata Ina.
Pengembangan Pelabuhan Cirebon lebih penting, karena sudah ada sarana pendukung. Apalagi saat ini kawasan industri beralih ke wilayah Jawa Barat bagian timur, seperti Kabupaten Majalengka, sehingga tidak ada alasan untuk mengesampingkan Pelabuhan Cirebon demi mengurangi kepadatan Tanjung Priok.
"Industri di wilayah timur harusnya di-cover Cirebon. Pemerintah belum mampu melihat secara seimbang mana kepentingan yang lebih berdampak besar terhadap masyarakat banyak saat ini dan kedepan, sehingga ini bertele-tele," katanya.