TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data ekonomi Amerika Serikat yang semakin membaik, dinilai analis menjadi pemicu utama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kurs tengah Bank Indonesia hari ini mencatat, rupiah kembali melemah menjadi Rp 13.047 dari posisi hari sebelumnya Rp 12.983 per dolar AS. Sementara, data Bloomberg siang ini rupiah sekitar Rp 13.052 per dolar AS.
Analis Pefindo, Guntur Tri Hariyanto, mengatakan perkembangan data ketenagakerjaan Amerika Serikat memang terus menunjukkan tren yang menguat. Pada Februari lalu, terjadi penambahan jumlah pekerjaan berdasarkan data non-farm payroll (data pekerja baru non pertanian) sebesar 295.000 pekerjaan.
Angka tersebut, kata Guntur, di atas ekpektasi pelaku pasar dan para analis yang menggenapkan jumlah penambahan pekerjaan di atas 200.000 per bulan dalam dua belas bulan terakhir.
"Ini membawa tingkat pengangguran di AS turun menjadi 5,5 persen dari sebelumnya 5,7 persen dan merupakan angka terendah sejak Mei 2008. Dalam jangka waktu 12 bulan terakhir, lebih dari 3,3 juta warga AS memperoleh pekerjaan," kata Guntur, Jakarta, Senin (9/3/2015).
Dengan menguatnya data tenaga kerja AS, kata Guntur, memberikan dorongan ekspektasi bahwa suku bunga The Fed akan dinaikkan secepatnya pada Juni 2015. "Kondisi ini juga mendorong dolar AS menguat kepada berbagai mata uang di dunia, dan juga meningkatkan yield surat utang AS," tuturnya.
Sementara itu, faktor dalam negeri yang menekan laju rupiah. Guntur menilai, efek dari penurunan suku bunga acuan perbankan (BI Rate) pada pertengahan Februari 2015 dan membuat rupiah terus diperdagangkan pada kisaran Rp 13.000 per dolar AS.
"Tapi BI (Bank Indonesia) akan menjaga rupiah untuk tidak terlalu dalam melemah. Saat ini memang dolar AS terus menguat," ucapnya.