TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kegiatan roadshow pemasaran investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jepang benar-benar dimanfaatkan investor Jepang untuk menyampaikan concernnya terhadap iklim investasi di Indonesia.
Delegasi investor Jepang yang tergabung dalam Japan Indonesia Business Association (JIBA) menyampaikan concern mereka terhadap isu ketenagakerjaan yang dinilai menghambat proses investasi mereka di Indonesia.
Chairman JIBA, Hajime Kinoshita, menyatakan JIBA mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan izin kerja bagi tenaga kerja asing untuk teknisi dari Jepang yang masih lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) meskipun sudah berpengalaman.
“Kami kesulitan mendatangkan teknisi dari Jepang untuk melatih tenaga kerja Indonesia yang bekerja di perusahaan kami. Alasannya karena mereka hanya lulusan SMA tidak diizinkan meski pun mereka sudah berpengalaman dan terampil," ujar Hajime, Selasa (26/5/2015).
Selain itu, JIBA juga mengeluhkan tentang besaran upah minimum yang tidak dapat diprediksi kenaikannya. "Persoalan lainnya adalah kenaikan upah minimum yang berubah-ubah nilai kenaikannya,” ujar Hajime.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan Pemerintah Indonesia saat ini sedang memperbaiki aturan tentang hal-hal tersebut. Terkait izin tenaga kerja, Franky menyatakan pada dasarnya dapat memberikan izin kerja kepada tenaga kerja asing dari Jepang yang lulusan SMA, sepanjang memiliki pengalaman dan keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat.
Kepada investor JIBA, Franky juga menambahkan pemerintah juga concern terhadap mekanisme perizinan untuk tenaga ahli yang dibutuhkan perusahaan saat menghadapi masalah teknis yang urgent, seperti kerusakan mesin.
“BKPM sedang mengusulkan kepada pemerintah formula kenaikan UMR yang berlaku selama 5 tahun. Melalui formula ini, perusahaan dapat memprediksi kenaikan UMR setiap tahunnya serta berdampak pula mengurangi demo-demo kenaikan UMR yang kerap terjadi setiap tahun. Usulan BKPM ini sedang dalam proses pembahasan,”jelas Franky.