TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, membuat masyarakat memilih jenis investasi yang terbilang aman, seperti deposito.
Perbankan pun mendapat berkah dari limpahan dana mahal masyarakat ini.
Direktur Keuangan PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk, Thilagavathy Nadason mengungkapkan, kenaikan simpanan masyarakat berupa deposito sepanjang enam bulan pertama tahun 2015 memang jauh lebih tinggi ketimbang dana murah seperti giro dan tabungan.
Thila bilang, raihan dana pihak ketiga (DPK) di BII berupa current account and saving account (CASA) ratio saat ini mencapai 39% terhadap keseluruhan DPK yang berhasil dikumpulkan perseroan.
Ini artinya, sebanyak 61% DPK yang ada di bank dengan kode emiten BNII merupakan dana mahal atau deposito.
Meski begitu, kata Thila, biaya dana atau cost of fund untuk membayar bunga simpanan mahal, terus mengalami penurunan yang signifikan.
Menurutnya, hal ini dikarenakan aturan capping suku bunga deposito yang dikeluarkan OJK pada semester III-2014 lalu.
"Peningkatan deposito sekarang lebih kepada tidak ada kebutuhan mendadak untuk likuiditas. Selain itu, beban bunga deposito rata-rata diseluruh bank sudah mulai turun sehingga biaya dana bank juga sudah turun. Sangat sedikit deposan yang mendapatkan batas maksimum untuk tingkat suku bunga yang tinggi," ucap Thila, Senin (24/8).
Lebih lanjut Thila menambahkan, BII juga terus menurunkan suku bunga deposito meski tidak secara signifikan sebab BI Rate masih bertahan di level 7,5%.
"Kami sudah menjalankan penurunan suku bunga deposito selama ini meski tidak begitu drastis. Kalau pun akan turun lagi, tidak akan drastis penurunannya," ucap Thila.