TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IV DPR berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Perlindungan Nelayan. Tujuan pembentukan Panja Perlindungan Nelayan bertujuan untuk melindungi nelayan dari kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).
Anggota Komisi IV DPR Ikhsan Firdaus mengatakan hal tersebut dilakukan karena adanya ancaman kesejahteraan nelayan.
"Sekaligus mencegah kriminalisasi dan pemiskinan nelayan serta ketakutan dalam bekerja," kata Ikhsan usai bertemu dengan kelompok nelayan di Jakarta, Jumat (18/9/2015).
Selain itu, pembentukan Panja Perlindungan Nelayan ini juga untuk mengusut adanya nelayan yang ditangkap oleh pihak KKP. Komisi IV DPR, kata Ikhsan, mendapat laporan tersebut dari kelompok nelayan.
"Kita juga dapat laporan, nelayan dipenjara karena langgar aturan. Aturan mana yang dilanggar. Kita akan selidiki," tuturnya.
Panja ingin mendalami rencana Menteri KKP untuk membuka pengolahan ikan 100 persen kepada asing. "Tapi ironisnya, Menteri Susi melarang nelayan terancam dan telah terjadi PHK besar-besaran di sektor perikanan
Panja juga akan mengusut pelanggaran yang dilakukan oleh Menteri KKP terkait pelecehan terhadap keputusan Ombusman, yang mencabut Permen 02 tahun 2015.
"Tapi sejak 60 hari tepatnya sejak tanggal 15 Juni 2015 diputuskan oleh Ombusman, Menteri Susi tidak menjalankan keputusan tersebut," kata Ikhsan.
Sementara Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan keputusan Menteri Susi Pudjiasti menghambat dan memukul sektor perekonomian masyarakat.
"Sejak Januari raker pertama, saya berani taruhan, kalau ini ekspor akan anjlok, kalau tidak dikoreksi produksi anjlok, itu terbukti data BPS," kata Politikus PKB itu.
Daniel menilai pernyataan Menteri Susi telah banyak kebohongan. Contohnya, ilegal fishing diberantas maka pajak akan turun. Padahal, ilegal fishing tidak membayar pajak.
Sedangkan, nelayan Cilincing Jakarta Utara Iway Suwardono tidak dapat menyembunyikan kegundahannya. Dimana terdapat aturan larangan nelayan menggunakan cantrang atau jaring.
Larangan itu membuat 20 kapal serta 1200 nelayan di Cilincing menjadi tidak jelas nasibnya.
"Kita dirazia setiap hari. Banyak yang ditankapi. Makan susah. Bukan laut milik asing tapi mencari makan susah. Kenapa kami disalahkan nelayan kecil," tuturnya.
Ia pun membantah jaring yang digunakan nelayan dapat merusak ekosistem laut terutama terumbu karang.
"Bukan tidak menghormati peraturan pemerintah kami bukan musuh pemerintah, tolong kebijakan bagus, tapi dampaknya, untuk nelayan," ujarnya.
"Kami ketakukan karena ada operasi, kalau ombak bisa nunggu tenang, kalau harga BBM naik bisa diatasi. Kalau dilarang melaut gimana," katanya.