Dari tujuh perusahaan yang berpartisipasi dalam survei, hanya satu perusahaan dalam kategori cukup dan selebihnya enam perusahaan dalam kategori kurang.
Sementara itu, 15 perusahaan lainnya sama sekali tidak merespons imbauan untuk mengikuti survei.
Ia mengatakan tidak terpenuhinya ketiga kriteria itu menjadikan konsumsi tuna sebagai proses yang tidak transparan dan sering dipenuhi dengan praktik penangkapan ikan dan ketenagakerjaan yang tidak bertanggung jawab dan ilegal.
"Mereka kebanyakan rapor merah (kurang), cuma satu yang rapor kuning (kategori cukup," tuturnya.
Konsumen yang ingin beralih ke konsumsi tuna yang bertanggung jawab dan berkelanjutan pun mengalami kesulitan karena tidak ada informasi yang memadai mengenai keterlacakan, keberlanjutan dan kesetaraan.
Ia mengatakan suatu keharusan bahwa industri pengalengan tuna memperkuat standarnya dalam hal keterlacakan, keberlanjutan dan kesetaraan guna melindungi kesehatan laut dan keselamatan orang-orang yang menyediakan ikan tuna bagi para konsumen.
"Industri pengalengan ikan adalah titik hubung kunci dalam rantai suplai tuna dari dan antara penangkapan hingga tiba di rak toko-toko pengecer," ujarnya.