TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan produksi minyak mentah tahun ini sebesar 830.040 barel per hari. Target produksi ini diprediksi bakal sulit tercapai lantaran harga minyak mentah terus melorot ke kisaran 35 dolar AS per barel.
Kondisi ini pula yang membuat kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) malas-malasan menggenjot produksi lantaran keuntungan menjadi tipis. Apalagi andalan produksi berasal dari Lapangan Banyu Urip, di Blok Cepu yang targetnya selalu meleset.
Produksi Lapangan Banyu Urip pada 2015 menjadi biang keladi tidak tercapainya produksi yang seharusnya 825.000 bph. Alhasil produksi minyak 2015 hanya mencapai 777.560 barel per hari (bph).
Dari data pencapaian produksi minyak tahun 2015, Mobil Cepu Ltd (MCL) berada di urutan pertama, dengan kekurangan produksi minyak dan kondensat hanya 46.089 bph. Angka ini 61persen dari target tahun lalu.
Sementara untuk produksi gas, MCL tercatat kekurangan 37 mmscfd atau hanya mampu memproduksi 32,6 persen dari target tahun lalu.
Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Erwin Maryoto mengungkapkan, dalam menentukan perencanaan kegiatan operasi atau proyek, ExxonMobil yang juga induk MCL mempertimbangkan berbagai skenario.
"Termasuk harga minyak saat ini," katanya kepada KONTAN, Kamis (7/1/2016).
Erwin menyebut, Exxon berupaya memenuhi target produksi yang telah disetujui SKK Migas. Salah satu caranya dengan memaksimalkan produksi. "Kami juga akan memaksimalkan fasilitas produksi yang baru berjalan dengan baik," ujar dia.
Dalam program kerja dan anggaran tahun ini MCL menargetkan produksi minyak 168.430 bph.
Kepala Humas SKK Migas, Elan Biantoro yakin MCL bisa mencapai puncak produksi pada Maret 2016. "Target produksi MCL sepertinya bisa lebih bagus karena kendalanya adalah uncertainted onstream project dan sekarang project-nya sudah onstream, jadi tinggal jalan," katanya, Kamis (7/1).
Andaikata produksi minyak MCL tahun ini tidak mampu mencapai produksi penuh lagi, SKK Migas tidak bisa memberikan sanksi.
Hanya saja menurut Elan, secara langsung, pendapatan perusahaan tersebut akan berkurang karena menanggung rugi akibat tertundanya operasi proyek. Dengan tertundanya operasi suatu proyek maka biaya pun akan membengkak.
"Mobil Cepu akan menanggung rugi karena pemerintah sudah memiliki pagu biaya pergantian plus kenaikan 10%, lebih dari 10% itu tidak akan diganti," kata Elan kepada KONTAN, Kamis (7/1).
Pengamat Energi Komaidi Notonegoro pesimistis MCL akan bisa mencapai target produksi pada tahun ini. Ia melihat masih ada beberapa masalah seperti perizinan dengan pemerintah daerah dan harga minyak yang belum bagus.
Apalagi, "Harga minyak dan masalah-masalah yang dikeluhkan oleh kontraktor migas sampai saat ini belum mampu di atasi dengan baik oleh pemerintah, seperti masalah perizinan," tandas Komaidi. (Febrina Ratna Iskana)