Tribunnews.com, Jakarta – Sidang Komisi VII DPR RI dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) berjalan sangat seru dari siang sampai sore Rabu (20/1/2016).
Meski sempat di skors hingga 10 menit, ruang sidang tetap riuh dengan perdebatan, antara lain terkait isu yang tengah hangat di ruang publik, yakni perpanjangan kontrak PT Freeport dan divestasi saham yang berada di bawah wewenang BUMN.
Beragam kritik terus mengalir dari meja sidang, terlebih menyangkut kontroversi payung hukum yang akan menaungi pasca berakhirnya kontrak karya PT Freeport Indonesia 2021 mendatang.
Di tengah semarak perdebatan itu, anggota dari Fraksi NasDem Kurtubi menyatakan kekhawatirannya pada rencana divestasi PT. Freeport Indonesia yang berpotensi kacau balau.
Arah kebijakan yang belum jelas, serta kerangka hukum yang belum kompatibel untuk iklim investasi tambang, turut memberi andil terhadap sengkarut perpanjangan kontrak PT. Freeport.
Putra Asli Nusa Tenggara Barat ini menilai, ketika sengkarut semakin melebar maka rencana divestasi akan sangat mubazir, karena arah perpanjangan kontrak pun belum jelas hingga saat ini.
“Semuanya belum jelas, kalau pemerintah memutuskan tidak memperpanjang kontrak dengan Freeport maka divestasi yang ada menjadi mubazir,” tegasnya saat sesi tanya jawab.
Bagi Kurtubi, kontrak karya PT. Freeport pada 1991 yang lalu pada hakikatnya telah banyak merugikan Negara, karena perusahaan tambang tersebut melakukan kontrak dengan Negara.
Oleh karenanya, penghapusan kontrak karya ini bersifat mutlak perlu diatur melalui revisi UU Minerba. Dengan begitu, pakar energi ini optimistis, semua unsur yang teridentifikasi merugikan bangsa dan Negara dari industri pertambangan mineral dan batubara bisa dikurangi.
“Kontrak karya yang menjadi musibah negeri ini harus dihapus dalam amandemen UU Minerba. Dalam UU Minerba, tidak dinyatakan bahwa kekayaan di dalam bumi adalah milik Negara. Ini yang gawat,” tukasnya.
Lebih lanjut, Kurtubi mengimbau pemerintah untuk membuat langkah alternatif jika perpanjangan kontrak dengan PT. Freeport tak berjalan sesuai rencana.
Pasalnya, jika Indonesia tak memperpanjang kontraknya dengan Freeport, siapa yang akan mengelola area pertambangan yang ditinggalkan. Itu juga bisa jadi persoalan tersendiri.
“Pengelola tambang Freeport bisa tidak diperpanjang, harus disiapkan dari sekarang. Saya usul agar kawasan pertambangan menjadi kawasan industri berbasis tambang,” pungkasnya.