TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terus menyuarakan penolakan atas disahkannya Undang-Undang (UU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apindo telah ancang-ancang untuk melakukan uji materi atau judicial review atas UU ini.
Meski demikian, Apindo masih mengharap ada perubahan dengan melakukan amandeman UU Tapera ini. "Kami mengharap tidak sampai di uji materi namun dapat diselesaikan dengan amandemen UU Tapera ini," kata Hariyadi Sukamdani Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Jumat (26/2).
Bagi Apindo, sebenarnya persoalan penyediaan perumahan ini dikelola dalam satu wadah pendanaan. Hal tersebut dilakukan agar dana yang terhimpun lebih besar dan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan menjadi ringan.
Hariyadi bilang, dengan hadirnya Tapera ini pengelolaan dana perumahan telah terpecah menjadi dua. Saat ini di dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan telah mengalokasikan dana untuk perumahan juga.
Padahal dengan penggabungan dana kelolaan JHT untuk fasilitas perumahan yang mencapai Rp 54 triliun, anggaran FLPP Rp 33,3 Triliun, serta Bantuan Tabungan dan Uang Muka Perumahan yang mencapai Rp 10 triliun, hal tersebut lebih dari cukup untuk dialokasikan dalam program penyediaan perumahan.
Soeprayitno Ketua Komisi Kebijakan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan, Tapera ini tidak memberikan kedilan bagi rakyat. Pasalnya semua masyarakat diwajibkan mengiur namun kepastian mendapat rumah belum terjamin.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Maurin Sitorus mengatakan langkah uji materi merupakan hak Apindo. "Pemerintah dan DPR nanti akan menjelaskan argumen atas UU Tapera ini," kata Maurin.
Maurin sendiri mengatakan, bila Tapera dan program JHT BPJS Ketenagakerjaan berbeda. Tapera akan fokus pada program khusus perumahan, sementara JHT hanya sebagian dari pengelolaan investasi. Sehingga wajar, untuk mempercepat backlog yang mencapai 13,5 juta unit perlu pendanan yang sangat besar.
Reporter: Handoyo