TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Satgas 115 melakukan penenggelaman terhadap kapal motor penangkap ikan FV. Viking (Viking) di Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat. Penenggelaman ini merupakan bukti nyata pemerintah Indonesia dalam memberantas Illegal Fishing.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, selaku Komandan Satgas 115 mengatakan, penenggelaman ini sekaligus memberikan efek jera kepada para pelaku illegal fishing dan sebagai bentuk peringatan kepada kapal lainnya agar tidak melakukan illegal fishing di Indonesia.
"Selain itu, untuk memberikan peringatan kepada kapal pencuri ikan, agar tidak mampir ke Indonesia”, tegas Susi, Senin (14/3/2016).
Kapal Viking didemolisikan agar tidak berfungsi lagi sebagai kapal. Kapal berukuran 1.322 GT tersebut didemolisikan dengan cara dikandaskan sebagian badan kapal.
Sehingga, saat laut surut, bagian atas kapal Viking terlihat dari pesisir Pantai Timur Pangandaran, dan dijadikan sebagai monumen peringatan perlawanan kepada pencuri ikan ilegal.
"Indonesia akan menjadi tempat peristirahatan terakhir kapal Viking. Penenggelaman kapal FV. Viking merupakan kontribusi pemerintah Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam memberantas illegal fishing," ujar Susi.
Sebelumnya, kapal Viking ditangkap TNI AL memasuki wilayah perairan Indonesia pada 26 Februari 2016. Kapal ini ditangkap karena beredar pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE), 12,7 mil dari Tanjung Uban, Bintan , Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia.
Menteri Susi menegaskan penyelidikan kapal FV Viking dilakukan tanpa melalui proses pengadilan. Namun, Menteri Susi juga tetap melibatkan Interpol Norwegia dan instansi pemerintah untuk melakukan penyelidikan.
Kapal Viking telah terdaftar di Komisi Konservasi Sumber Daya Hayati Laut Antartika (CCAMLR) sebagai kapal illegal fishing untuk kegiatan ilegal yang dilakukan di daerah konvensi CCAMLR.
Kapal tersebut juga menjadi subyek dalam Purple Notice Interpol tahun 2013, yang diperbarui oleh Norwegia pada bulan Januari 2015.
Selama 10 tahun terakhir, Viking telah beroperasi di bawah 12 nama yang berbeda dan mengklaim bendera setidaknya 13 negara yang berbeda.
Menurut Menteri Susi, berdasarkan pada rekam jejak serta temuan-temuan yang ada telah jelas menunjukkan bahwa kapal Viking melakukan berbagai pelanggaran ketentuan conservation measures yang diatur oleh berbagai ketentuan hukum internasional.
Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian dunia adalah jejaring bisnis pemilik dan operator kapal dan pasar yang menjadi tujuan hasil tangkapan kapal Viking yang berada di berbagai belahan dunia misalnya Singapura, Vietnam, Malaysia, Angola, Kongo, Spanyol dan Amerika Serikat.
Temuan-temuan awal ini masih terus didalami oleh Satgas 115 bekerjasama dengan Multilateral Investigation Support Team (MIST) dari Norwegia dan Kanada.
Menteri Susi pun menegaskan dan meminta pada masyarakat dunia bahwa Viking adalah bukti nyata bahwa kejahatan perikanan adalah kejahatan terorganisir lintas negara (transnational organized crime).
"Kejahatan perikanan melecehkan kedaulatan banyak negara. Hal ini tidak boleh dibiarkan oleh negara manapun yang berdaulat," tegas Susi.