TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Masuk ke dunia digital menjadi pilihan perusahaan asuransi jiwa untuk menjaga eksistensi bisnis. Perusahaan asuransi jiwa pun bersiap melakukan digitalisasi bisnis, mulai dari yang sederhana yakni pembelian produk asuransi jiwa.
Togar Pasaribu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan, anggota AAJI telah memulai digitalisasi bisnis untuk penawaran produk asuransi hingga isi polis asuransi.
Cara rekrutmen agen secara online, penjualan produk lewat website hingga pengiriman polis secara digital mulai digarap perusahaan asuransi.
Meski belum sepopuler layanan keuangan digital di bank, Togar meyakini, tidak lama lagi pembelian asuransi secara digital juga akan menjadi pilihan masyarakat. "Ini bisa terjadi saat pemahaman masyarakat akan asuransi mulai tinggi," kata Togar, Rabu (23/3).
Saat ini, perusahaan asuransi jiwa mulai gencar memberikan layanan digital ke nasabah. Selain bisa lebih cepat, layanan digital dapat memangkas ongkos operasional perusahaan.
Togar menjelaskan, dengan layanan digital, biaya operasional seperti biaya kurir, transportasi hingga biaya cetak polis dapat terpangkas hingga 50 persen. Ini tentu menguntungkan nasabah karena biaya premi lebih murah.
Saat ini aturan main polis elektronik memang masih belum jelas. AAJI pun Togar mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memberikan kepastian penggunaan e-polis. Jika dibolehkan, masyarakat yang membeli asuransi dapat mencetak sendiri polisnya.
Togar menjamin sekalipun e-polis asuransi bakal gencar dikembangkan perusahaan asuransi, namun hak nasabah mengenal dan memahami keterangan produk tidak berkurang.
"Masih ada agen yang wajib menjelaskan produknya. Hanya tanda tangannya saja dapat lewat layanan digital," tandas Togar.
Soal legalitas ini pula yang menjadi kendala PT Asuransi Jiwasraya untuk mengembangkan e-polis. Hendrisman Rahim, Direktur Utama Asuransi Jiwasraya mengatakan, pihaknya masih ragu mengembangkan e-polis.
Karena hingga saat ini OJK belum secara resmi memastikan bahwa e-polis dibolehkan. Pertimbangan lain, saat ini masyarakat membeli asuransi belum sampai tahap menjadikan asuransi sebagai kebutuhan.
Reporter: Mona Tobing