TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Perpajakan Darussalam menjelaskan, Singapura berkepentingan menggagalkan program tax amnesty.
Hal itu disebabkan, kondisi likuiditas perbankan di sana akan sangat terganggu jika repatriasi dana dari Singapura ke Tanah Air terwujud.
"Saya kira manuver Singapura bakal makin menjadi, karena tax amnesty segera dibahas di DPR. Dampaknya repatriasi modal kan luas jika tax amnesty diberlakukan," kata Darussalam, Minggu (10/4/2016).
Darussalam menilai, uang warga Indonesia yang ditempatkan di negara tersebut cukup besar.
Alhasil, Singapura dipastikan akan mengalami gangguan likuiditas jika tax amnesty diterapkan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan permasalahan tax amnesty memang masih menjadi perdebatan di sisi pejabat publik.
Ternyata ada juga yang masih menentang soal pemberlakuan pengampunan pajak ini, padahal, tahun ini momentum tepat untuk melaksanakan tax amnesty.
"Ini kan momentum untuk orang melakukan repatriasi aset ke dalam negeri supaya terhindar dari sanksi penindakan hukum soal pajak ke depannya.
Terlebih lagi momennya pas karena kita akan menghadapi AEoI," lanjut dia.
Dengan masuknya aset tersebut ke Indonesia, maka bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi lebih mandiri dalam ekonomi dan pembangunan ke depannya.
"Sayangnya masih ada pejabat publik yang tidak mengerti pentingnya tax amnesty. Jadi masih tarik ulur," katanya.
Salah satu manuver yang dilakukan pejabat di Indonesia yang pro Singapura dan ingin gagalkan repatriasi modal adalah mendorong tarif tebus deklarasi aset dua persen dan repatriasi modal satu persen.
Menurut Yustinus, selisih yang dekat ini membuat skema repatriasi modal pada akhirnya kurang menarik bagi pengusaha dan pejabat tersebut.
Mereka cenderung akan pilih tarif tebusan 2 persen agar terhindar dari sanksi denda yang tinggi saat AEoI diberlakukan pada 2018.