TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan hiu paus (Rhincodon typus) jadi ikan yang dilindungi. Hal ini diputuskan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 tahun 2013 untuk menjaga kelestarian dan menghindari kepunahan hiu paus.
Meskipun dilindungi, pemanfaatan potensi ekonomi hiu paus secara non-ekstraktif masih diperbolehkan, seperti pemanfaatan hiu paus sebagai target destinasi wisata.
Hal tersebut sesuai dengan paradigma konservasi yang menerapkan upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan berkelanjutan.
Menteri Susi juga menyampaikan bahwa KKP akan terus mendukung potensi wisata hiu paus di Provinsi Gorontalo, yaitu dengan pemberian beberapa bantuan ke kelompok masyarakat di Kabupaten Bone Bolango.
Salah satunya melalui pemberian paket bantuan alat snorkeling dan buku pedoman wisata hiu paus kepada kelompok masyarakat sadar wisata.
Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) Brahmantya Satyamurti. Ia menyatakan dukungannya terhadap potensi wisata hiu paus di Gorontalo.
Menurutnya, masyarakat Gorontalo khususnya di Kabupaten Bone Bolango merupakan pihak yang sangat penting dalam menjaga dan memajukan potensi wisata hiu paus ini.
“Jangan sampai jumlah kapal pengunjung di lokasi wisata membludak dan memicu stres pada hiu paus,” ujar Brahmantya.
Hiu paus merupakan jenis ikan terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang total sekitar 12 meter, bahkan dapat mencapai panjang 18 meter. Ikan hiu paus merupakan jenis ikan yang dapat mencapai usia 60 tahun, bahkan 100 tahun.
Ikan hiu paus baru mencapai matang kelamin pertama kali pada usia sekitar 25 tahun dengan jumlah anakan 1 ekor untuk setiap periode reproduksi.
Spesies ini dianggap hanya sedang melakukan migrasi sementara di perairan tersebut.