Alasan Ditjen Pajak Intip Data Transaksi Kartu Kredit Nasabah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit nasabah bank ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sudah berlaku. Namun, hingga Selasa (7/6/2016) lalu, baru 23 bank bersedia memberikan datanya kepada Ditjen Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lalu menyampaikan mengklarikasi tentang kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit nasabah oleh perbankan kepada DJP.
Berdasar keterangan resmi kepada Tribunnews, Rabu (8/6/2016), Ditjen Pajak menyebutkan ada 9 alasan kuat mengapa bank wajib menyetorkan data transaksi kartu kredit nasabahnya ke mereka:
Pertama, data-data nasabah terkait transaksi kartu kredit yang dilaporkan kepada Ditjen Pajak hanya digunakan untuk tujuan perpajakan dan tidak untuk tujuan yang lain.
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Ditjen Pajak memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan data yang diterima dari pihak lain.
Kedua, data transaksi kartu kredit akan dimanfaatkan untuk mengawasi kepatuhan perpajakan, yaitu sebagai pembanding atas data penghasilan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
JIka seluruh penghasilan pengguna kartu kredit telah dilaporkan dengan benar, jelas dan lengkap, dan tagihan kartu kredit masih dalam kewajaran penghasilan tersebut, maka tidak akan terdapat masalah terkait perpajakan pengguna kartu.
Ketiga, dalam hal transaksi kartu kredit secara konsisten melebihi kewajaran penghasilan yang dilaporkan dalam SPT, namun transaksi memang tidak terkait dengan penggunaan penghasilan.
Misalnya, untuk keperluan kantor atau orang lain, petugas pajak tidak akan serta merta menetapkan pajak atas ketidakwajaran transaksi kartu kredit.
Keempat, penetapan pajak akan didahului dengan permintaan klarifikasi, konseling dan himbauan pembetulan SPT, sebelum ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pajak.
Pada setiap langkah tersebut, Wajib Pajak pengguna kartu kredit akan diberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan bahwa penggunaan kartu kredit tidak terkait dengan penghasilannya.
Kelima, data transaksi kartu kredit hanya satu dari ratusan jenis data yang wajib disampaikan oleh 67 institusi kepada Ditjen Pajak.
Pelaporan data termasuk data kepemilikan kendaraan bermotor, IMB, kepemilikan hotel/restoran dan izin usaha telah berjalan beberapa tahun.
Sampai dengan saat ini tidak terdapat permasalahan yang berarti terhadap kepemilikan kendaraan bermotor, pemohon IMB dan pemilik ijin usaha.
Keenam, pelaporan data kartu kredit kepada otoritas pajak merupakan praktek yang sudah lama terjadi di negara lain seperti Jepang dan Korea.
Bahkan sudah mencakup data simpanan (tabungan dan deposito) tanpa adanya dampak negatif terhadap sektor keuangan dan perbankan.
Karena itu kekhawatiran akan terjadinya penurunan penggunaan dan transaksi kartu kredit dalam jangka panjang adalah kekhawatiran yang tidak berdasar.
Ketujuh, Indonesia saat ini sedang menuju era keterbukaan keuangan dan perbankan untuk tujuan perpajakan dengan komitmen untuk melaksanakan Automatic Exchange of Information pada tahun 2018.
Di era ini, penyampaian data transaksi keuangan dan perbankan kepada otoritas pajak akan menjadi sesuatu yang lazim.
Kedelapan, kontroversi penyampaian data kartu kredit kepada Ditjen Pajak saat ini merupakan sarana pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih sadar dan patuh pajak, menyongsong era keterbukaan keuangan dan perbankan untuk tujuan perpajakan.
Kesembilan, pajak merupakan sumber utama penerimaan negara.
Untuk itu, Ditjen Pajak mengajak seluruh masyarakat untuk mengambil bagian bergotong royong dalam mendanai pembangunan nasional dengan menghitung, membayar dan melaporkan pajak secara jujur dan benar.
Bagaimana pendapat Anda?