TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pembentukan holding BUMN di sektor energi oleh Kementerian BUMN membuat manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) diliputi was-was.
Dalam skema baru BUMN holding tersebut, PGN akan bergabung dengan PT Pertamina (Persero).
Status PGN akan menjadi anak usaha Pertamina.
Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia Haryajid Ramelan menilai rencana pembentukan holding BUMN bisa menghalangi pengembangan bisnis infrastruktur gas bumi yang selama ini dimiliki PGN.
Karena, setelah holding dibentuk nanti, PGN akan berubah menjadi perusahaan swasta.
"Saya khawatirnya kok nantinya PGN akan tidak leluasa mengembangkan bisnis," ujar Haryajid, Selasa (28/6/2016).
Haryajid mengungkapkan pada saat masih berdiri sebagai perusahaan negara, PGN mengambil langkah bisnis secara mandiri.
Jika holding direalisasikan PGN tidak bisa lagi leluasa memutuskan strategi bisnis karena berada di bawah kendali Pertamina.
"Adanya holding ini, PGN harus mendapat persetujuan dari Pertamina yang induk usahanya. Jadi proses pengambilan keputusannya lebih lama," kata Haryajid.
Haryajid menambahkan, penggabungan kedua perusahaan energi dinilai langkah yang salah dalam mengembangkan holding.
Pertamina akan mendapat porsi lebih besar dalam mengatur holding energi dibandingkan PGN.
"Akuisisi PGN oleh Pertamina ini adalah langkah mundur dalam pengembangan infrastruktur gas," papar Haryajid.
Sebagai tambahan laporan keuangan PGN mencatatkan laba bersih sebesar 401,2 juta dollar AS di tahun 2015.
Perolehan tersebut setara 13 persen dari pendapatan usaha yang sebesar 3,07 miliar dollar AS.
Sedangkan PT Pertamina (persero) perolehan laba bersihnya tercatat 1,42 miliar dollar AS setara 3,4 persen dari total pendapatannya.