Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat rasio kredit bermasalah atau non performence loan (NPL) perbankan pada saat ini belum mengkhawatirkan, walaupun mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya.
Catatan OJK, rasio NPL gros perbankan secara nasional pada periode Juni 2016 meningkat ke level 3 persen, dibandingkan bulan Mei 2016 di posisi 2,9 persen.
"3 persen itu grossnya, kalau net sekitar 1,3 persen hingga 1,4 persen. Jadi saya pikir semuanya dalam kondisi terkendali, tidak mengkhawatirkan," ujar Muliaman, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Menurut Muliaman, rasio kredit bermasalah tersebut dinyakini merupakan level tertinggi, sebab data terakhir yang masuk ke OJK menunjukkan penurunan. Terlebih, penyebab melambungnya NPL masih dari sektor yang sama dari sebelum-sebelumnya, yakni komoditas.
"Masih sektor yang lama, bidang pertambangan. Namun, perbankan sudah membentuk pencadangan yang cukup kuat," ucap Muliaman.
Dirinya pun, pada semester kedua tahun ini persoalan NPL akan teratasi dengan baik, seiring adanya perombakan jajaran Kabinet Kerja yang banyak dinilai sudah memiliki tim ekonomi memumpuni dibidangnya masing-masing.
"Sekarang dengan harapan baru, kepercayaan baru, ekpektasi pertumbuhan yang membaik, kuartal kedua ini saya kira semuanya bisa lebih baik," ucap Muliaman.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) pada semester I 2016 mencatat kenaikan rasio kredit bermasalah menjadi 3 persen, dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu sebesar 2,7 persen.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), menunjukkan rasio NPL pada akhir Juni 2016 naik ke level 3,86 persen dari sebelumnya 2,43 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara, rasio NPL PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) pada semester I 2016 menjadi 3,41 persen dari sebelumnya 4,70 persen pada periode yang lalu di 2015.