TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Memburuknya perekonomian negara, yang ditandai oleh tiga kali revisi angka pemotongan anggaran oleh pemerintah sejak Mei lalu.
Hal ini menjadi salah satu persoalan yang disoroti Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam acara peluncuran bukunya, 'Pemikiran Ekonomi Kerakyatan Mohammad Hatta, Jalan Politik Kemakmuran Indonesia', di Ballroom University Club (UC) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jumat, (12/8/2016) kemarin.
Buku yang diolah dari disertasinya di Universitas Indonesia itu sengaja diluncurkan tepat pada peringatan hari lahir Mohammad Hatta.
Sejumlah intelektual terkemuka hadir sebagai pembahas dalam acara peluncuran buku tersebut. Antara lain, Prof. Dr. Sri-Edi Swasono (Guru Besar UI; Ketua Majelis Luhur Taman Siswa), Prof. Dr. M. Dawam Rahardjo (Rektor UP45 Yogyakarta), Prof. Dr. Taufik Abdullah (Sejarawan).
Kemudian Prof. Dr. Bambang Wibawarta (Guru Besar FIB UI), Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Guru Besar FIB UI), Dr. Mohammad Iskandar (Sejarawan UI), Dr. Heri Santoso (Kepala Pusat Studi Pancasila UGM), Dr. Arief Budimanta (Wakil Ketua KEIN), dan sejumlah nama lain dari Jakarta dan Yogyakarta.
"Dalam mengemukakan programnya, pemerintah selalu mengutarakan optimisme. Tapi ternyata optimismenya tidak didukung oleh perhitungan ekonomi yang matang," kata Fadli.
Mulai dari target penerimaan pajak yang meleset hingga Rp234 triliun pada 2015. Kemudian, defisit anggaran semester pertama 2016 yang sudah mencapai 73% dari target APBN-P, hingga target penerimaan tax amnesty yang kurang dari satu persen.
Meskipun sudah satu bulan dirilis, menurutnya, berawal dari perhitungan anggaran yang tidak matang.
Itu sebabnya, tambah Fadli, di tengah kesulitan ekonomi yang sedang terjadi, ada baiknya jika melihat pemikiran Mohammad Hatta, Proklamator yang kebetulan merupakan ekonom itu.
"Jalan keluar yang dirancang oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan ekonomi tidak boleh keluar dari rel yang telah digariskan oleh konstitusi,” tegasnya.
"Hatta mewariskan kepada kita Pasal 33 UUD 1945. Melalui pasal itu konstitusi sebenarnya telah merumuskan, memerintahkan pelaksanaan sebuah sistem ekonomi tertentu.Kita tidak memiliki kebebasan untuk mengubahnya sekehendak hati," tegas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menegaskan.
"Sistem ekonomi, atau politik perekonomian, adalah cara bagaimana negara mengatur perekonomiannya. Sebagai perumus Pasal 33, Hatta berpandangan, politik perekonomian tidak sepenuhnya tunduk kepada teori ekonomi. Sebaliknya, teori ekonomilah yang tunduk kepada politik perekonomian," paparnya.
Kebijakan ekonomi, menurut Hatta, tidak boleh hanya bertumpu pada teori ekonomi. Bahkan, jika sudah berbicara mengenai kemakmuran rakyat, imbuhnya, teori ekonomi tidak boleh memberikan kata penutup.
Karena politik perekonomianlah, lanjut Fadli lagi, yang harus memberikan keputusan akhir.