TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ada tiga komoditas pangan yang akan mengalami defisit pada akhir tahun 2016 ini.
Komoditas itu adalah kedelai yang diperkirakan mengalami defisit 42 persen dan daging sapi yang defisit 33 persen dan juga gula pasir.
Berdasarkan hitungan Kementerian Pertanian, produksi kedelai sepanjang tahun ini hanya 1,5 juta ton, sementara kebutuhan kedelai dalam negeri sebesar 2,59 juta ton.
Artinya, ada sekitar 1,09 juta ton yang kekurangannya harus didatangan dari impor.
Demikian juga dengan daging sapi, perkiraan produksi dalam negeri hanya 441,800 ton sementara kebutuhan sebesar 662,300 ton. Ada defisit sebesar 220,500 ton yang harus diimpor.
Sementara produksi gula pasir diprediksi sebesar 2,57 juta ton atau di bawah kebutuhan sebesar 3,05 juta ton, ada kekurangan sebesar 477.200 ton yang harus diimpor.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kemtan Agung Hendriadi mengatakan, Kemtan terus menggenjot produksi ketiga komoditas yang defisit ini agar tahun depan bisa diperkecil volume antara produksi dan kebutuhan.
Sejauh ini, lanjutnya, untuk komoditas lainnya, Agung mengklaim sudah mencukupi. "Secara keseluruhan untuk komoditas lain, sampai akhir tahun kebutuhan kita aman," ujarnya, Selasa (23/8/2016).
Untuk komoditas beras tidak perlu lagi impor hingga akhir tahun. Sebab stok beras saat ini sudah mencapai 20,29 juta ton di Gudang Bulog.
Perkiraan ketersediaan beras hingga akhir tahun mencapai 43,69 juta ton, jauh di atas kebutuhan sebesar 32,30 juta ton. Bila angka ini benar, berarti ada surplus beras di akhir tahun sebesar 11,38 juta ton.
Demikian juga dengan produksi jagung yang ditargetkan sebesar 24,7 juta ton, atau jauh di atas kebutuhan sebesar 22,6 juta ton, sehingga sampai akhir tahun tidak perlu ada impor jagung.
Kendati demikian, Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) meragukan data-data pangan yang diklaim Kemtan tersebut.
Ia mengambil contoh produksi beras,kalau benar akan ada surplus beras sebesar 11,3 juta ton pada akhir tahun, berati harga beras akan jauh lebih rendah dari saat ini, dan surplus tersebut sudah bisa diekspor.
Namun yang terjadi setiap tahun harga beras tetap saja tinggi, dan malah pada tahun ini pemerintah sudah mengimpor lebih dari 1 juta ton beras.
Dia meminta Kemtan memperbaiki data-data pangan yang dimiliki agar kredibel dan dapat dipercaya. Kebijakan yang didasarkan atas data yang tidak akurat berpotensi menimbulkan kekacauan dalam mengambil kebijakan.
Reporter: Noverius Laoli