TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keuntungan yang sedikit dan ketersediaan lahan menjadi faktor lambatnya pembangunan rumah khusus Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau bersubsidi.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, 95 persen anggota Apersi merupakan pengembang yang membangun rumah bersubdisi di berbagai daerah.
"Kalau dibandingkan dengan pengembang besar, hampir tidak ada pengembang besar bangun untuk rumah subsidi, tapi kami pengembang kecil malah membangun," tutur Eddy di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Persoalan pengembang besar tidak membangun rumah bersubsidi, kata Eddy, karena keuntungan yang didapat sangat kecil dibanding membangun rumah komersial dengan harga fantastis.
"Membangun rumah murah itu, marginnya sangat kecil sekali hanya 10 persenan, bayangkan kalau kreditnya macet bisa hilang marginnya. Tapi kalau rumah mewah marginnya bisa 100 persen sampai 1.000 persen, beli kawasan tanah Rp 50 ribu (per meter) dibangun infrastruktur naik bisa Rp 1 juta per meter," papar Eddy.
Selain untungnya kecil, persoalan ketersediaan lahan yang murah dan tidak jauh dari pusat perekonomian di suatu daerah juga sudah terbatas, dimana lahan-lahan tersebut sudah dikuasai oleh pihak-pihak tertentu.
"Jadi pemerintah itu dapat mengendalikan harga, kalau bisa ditentukan oleh pemerintah jadi tidak naik (tinggi)," ucap Eddy.