Analis Mega Capital Leo Teo juga berpendapat, dalam kondisi pasar dengan volatilitas tinggi seperti sekarang, saham defensif seperti TLKM layak untuk dikoleksi.
Dibanding EXCL dan ISAT, menurut Leo, keunggulan TLKM saat ini adalah forex exposure-nya cukup rendah atau hanya 4%. Isu forex cukup sensitif di bisnis telekomunikasi.
“Book balance TLKM juga masih jauh lebih solid dari EXCL dan ISAT. Dengan market discount seperti sekarang, TLKM layak dikoleksi,” ujar Leo.
Tapi, sebaiknya pasar saham dihindari dulu. “TLKM baik untuk investasi, bukan untuk trading. Masuk bertahap karena market masih berpotensi terkoreksi sampai akhir tahun,” kata Leo.
Aditya memproyeksikan, pada 2017 dan 2018 margin emiten telekomunikasi meningkat secara bertahap, dengan EBITDA margin 49,9% dan 50,6%.
Konsumsi data yang lebih tinggi bakal menggantikan tren penurunan pendapatan interkoneksi.
“Average revenue per user (ARPU) juga akan meningkat sebagai efek lanjutan dari usaha perusahaan telekomunikasi menormalkan tarif data mereka,” imbuhnya.
Untuk tarif data, Aditya menyebutkan, TLKM memimpin dengan harga Rp 6 per megabyte (MB), disusul ISAT dan EXCL masing-masing Rp 4 dan Rp 3 per MB.
Analis Sinarmas Sekuritas Evan Lie menilai, industri telekomunikasi di Indonesia masih punya prospek menguntungkan, dengan bisnis data yang akan terus memberikan pertumbuhan kuat pada tahun-tahun mendatang.
“Ini seiring dengan cepatnya penetrasi smartphone dan berkembangnya smartphone murah di pasar,” kata dia.
Reporter: Ghina Ghaliya Quddus