TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Bandara Rahadi Osman Ketapang sangat mendesak untuk dikembangkan. Namun demikian biaya untuk mengembangkan bandara ini ditempat yang lama akan sama dengan membangun bandara baru di tempat lain yang bisa dikembangkan lebih lanjut.
Demikian kesimpulan dari kunjungan kerja Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso di Bandara Rahadi Osman Ketapang selama dua hari, Jumat- Sabtu (17 dan 18 Maret 2017).
Bandara Rahadi Osman yang terletak di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat ini dinilai sudah tidak ideal dalam hal keselamatan penerbangan. Bandara terletak di tengah pemukiman padat, lahannya terbatas sehingga sulit dikembangkan. Padahal tingkat pertumbuhannya penumpang sangat tinggi yaitu 15 persen pertahun.
Selama dua hari, Agus Santoso meninjau Bandara Rahadi Osman serta beberapa tempat yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk relokasi bandara. Di antaranya di desa Tempurukan Kecamatan Muara Pawan Kabupaten Ketapang yang berjarak sekitar 26 km dari Bandara Rahadi Osman dan Desa Riam Berasap Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara yang berjarak sekitar 65 km.
"Keselamatan penerbangan itu nomor satu. Setiap bandara harus memenuhi persyaratan keselamatan baik nasional maupun internasional," ujar Agus.
Menurut Agus, penurunan tingkat keselamatan juga akan mempengaruhi penurunan tingkat keamanan dan pelayanan serta bisnis transportasi udara di bandara ini.
Sebelum bandara baru dibangun, Agus Santoso berpesan keselamatan penerbangan di Bandara Rahadi Osman saat ini tetap dipertahankan. Misalnya, obstacle di dua ujung runway agar dihilangkan sehingga runway bisa dipakai secara maksimal sepanjang 1650 meter. Dengan demikian pesawat jet bisa beroperasi di bandara ini.
Pagar perimeter bandara juga harus diperbaiki. Dan masyarakat yang bermain layang-layang diseputar area bandara harus dilarang karena hal tersebut sangat membahayakan operasional penerbangan.
"Menurut UU no 1 tahun 2019 tentang penerbangan, yang bertanggung jawab terhadap bandara bukan hanya pengelola tapi juga masyarakat sekitar," ujarnya.
Sedangkan terkait pemilihan area untuk bandara baru, Agus Santoso berpesan agar dicari tanah yang paling bagus dan ideal dari sisi navigasi dan bisnis penerbangan.
"Desain-desain yang sudah dibuat para konsultan selama ini akan kami kumpulkan untuk dikaji lebih lanjut," ujarnya.
Menurut Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara Rahadi Osman, Suhardoyo, saat ini ada 50 penerbangan per minggu di Bandara ini. Yaitu 8 kali sehari pada hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu. Serta 6 kali penerbangan sehari pada hari Rabu, Jumat dan Minggu. Maskapai yang beroperasi di bandara ini adalah Garuda, Kalstar, Wings, Transnusa dan penerbangan perintis oleh Dimonim Air.
"Saat ini setiap hari ada sekitar 450 orang yang datang dan 450 orang yang berangkat. Namun kapasitas ruang tunggu terminal hanya 170 penumpang," ujarnya.
Beberapa hambatan lain, menurut Suhardoyo adalah:
- adanya masyarakat yang melintas landas pacu saat ada operasional penerbangan, karena tidak mempunyai akses jalan lain.
- ada obstacle di ujung runway 17 dan 35 yaitu berupa bangunan perumahan penduduk dan pohon tinggi. Sehingga panjang runway yang 1650 meter hanya dapat dipergunakan sepanjang 1400 meter.
- panjang taxiway hanya 68 meter sehingga kalau ada pesawat yang parkir menghadap gedung terminal, ekor pesawat sudah menjadi obstacle bagi pergerakan pesawat lain.
- apron yang hanya mampu menampung 4 pesawat dan jarak dengan gedung terminal hanya 3 meter padahal minimal jaraknya adalah 15 meter.
Terkait keselamatan penerbangan juga dinyatakan oleh General Manager Airnav Indonesia untuk Bandara Rahadi Oesman, Teddy Wahyudi.
Menurut Teddy, saat ini pemanduan untuk pesawat (instrument approach prosedur) adalah non precision. "Kita tidak bisa melakukan prosedur precision karena strip runway kurang. Harusnya ada 300 meter yaitu 150 meter masing-masing di kiri dan kanan runway. Sekarang yang ada hanya masing-masing 75 meter. Pindah (bandara) adalah pilihan terbaik," ujarnya.
Untuk rencana pemindahan ini, dua Pemerintah Kabupaten terdekat sudah mendukungnya.
Wakil Bupati Ketapang, Suprapto bahwa wacana pemindahan sudah ada sejak tahun 2003. "Di daerah sini perekonomiannya diperkirakan maju pesat karena akan ada beberapa industri besar yang didirikan. Seperti pabrik Bauksit, Plywood dan semen. Beberapa hotel seperti Aston juga minta meninggikan bangunan, tapi terkendala KKOP bandara," ujarnya.
Sedangkan Pemda Kayong Utara juga mendukung pembangunan bandara baru yang lebih besar. "Potensi Kayong Utara adalah pariwisata. Dengan bandara yang lebih besar, pariwisata akan lebih berkembang," ujar Bupati Kayong Utara, Hildi Hamid.