TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walaupun kaum perempuan di Indonesia memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam hal pendidikan tingkat lanjut dan hampir setara dengan tingkat partisipasi laki-laki, namun studi Mastercard mengungkapkan hal yang berbeda.
Di Hari Kartini, Jumat ( 21/04/2017), Mastercard mengeluarkan hasil penelitiannya mengenai Perkembangan Wanita (Women’s Advancement) 2017 yang menjelaskan perkembangan perempuan secara umum dalam hal peluang kerja maupun posisi-posisi kepemimpinan di Indonesia masih cenderung stagnan.
Mereka juga masih mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan tetap maupun berkontribusi terhadap perekonomian sebagai pengusaha, pimpinan perusahaan maupun tokoh politik.
Indeks Women’s Advancement yang ke-11 ini mengukur tingkat sosial ekonomi wanita di 19 negara di Asia Pasifik dan terdiri dari tiga indikator utama yang berasal dari sub-indikator tambahan: Kemampuan-Capability (Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi), Pekerjaan-Employment (Partisipasi dalam Lingkungan Kerja, Pekerjaan Reguler) dan Kepemimpinan-Leadership (Pemilik Bisnis, Pemimpin Bisnis, Pemimpin Politik).
Skor dalam indeks ini menunjukkan proporsi wanita terhadap setiap 100 pria. Skor 100 menunjukkan kesetaraan gender. Indeks dan laporan yang menyertainya tidak mewakili kinerja keuangan Mastercard.
Dari studi itu juga, di beberapa negara termasuk Indonesia tercatat perempuannya telah memiliki modal pengetahuan yang baik, namun masih cenderung mengalami tantangan dalam pekerjaan.
Beberapa tantangan itu antara lain, mendapatkan pekerjaan tetap yang stabil, memainkan peranan dalam bidang politik, menjadi pengusaha, dan meraih posisi sebagai pimpinan perusahaan.
Khususnya di Indonesia, para wanita telah memiliki akses yang baik terhadap pendidikan tingkat lanjut (33,2%), namun mereka masih kurang terwakili dalam hal partisipasi lingkungan kerja dibandingkan dengan laki-laki.
Dari 19 negara di kawasan Asia Pasifik, kesenjangan terbesar untuk tingkat partisipasi tersebut terdapat di Indonesia, di mana tingkat partisipasi wanita hanya mencapai 51% dibandingkan pria yakni sebanyak 83,7%.
Selain itu, mayoritas perempuan di Indonesia (36,6%) bekerja di sektor informal yang tidak menyediakan hak khusus seperti asuransi kesehatan, rencana pensiun, maupun hak cuti berbayar.
Hal tersebut juga ditemukan di negara berkembang lainnya seperti India (14,6%) dan Vietnam (34,4%) di mana presentase ini sangat kontras dengan presentase dari negara-negara maju seperti Hong Kong (94,8%), Jepang (90,7%), dan Singapura (90,8%) yang mayoritas perempuannya bekerja di sektor formal.
Begitu pula dengan hal Kepemimpinan yang tetap menjadi komponen terlemah dari perkembangan wanita terhadap kesetaraan gender baik di negara maju maupun berkembang.
Berdasarkan studi tersebut, wanita khususnya di Indonesia, masih memiliki tingkat partisipasi terbatas untuk menjadi pemimpin dalam bidang bisnis maupun politik dengan angka rasio yang kurang proporsional antara perempuan dan laki-laki.
Dalam kepemimpinan di bidang bisnis, hanya sekitar dua dari sepuluh wanita yang memiliki posisi sebagai pemimpin (23,5%) dibandingkan dengan laki-laki (76,5%).
Sementara itu di lingkungan politik, hanya terdapat 17,1% wanita yang memegang peranan penting dalam Kepemimpinan di bidang politik, sangat jauh apabila dibandingkan dengan pria yang mencapai 82,9%.
“Walaupun masih jauh dari halnya kesetaraan gender, penelitian Mastercard Index of Women Advancement tahun ini menunjukkan adanya peningkatan peranan wanita Indonesia dalam hal pendidikan, dunia kerja maupun kepemimpinan. Meski masih bersaing dengan laki-laki untuk mencapai kesetaraan gender dalam ketiga komponen tersebut, kami melihat adanya kemajuan positif dari tahun ke tahun. Ini menandakan wanita terus berupaya mencapai kehidupan yang lebih baik, dan senantiasa berusaha mencapai kesetaraan gender, khususnya dunia bisnis dan politik,” ujar Tommy Singgih, Direktur, PT Mastercard Indonesia.
Tommy Singgih menambahkan, akses merupakan hal yang sangat penting untuk melibatkan wanita dalam perekonomian dan meningkatkan partisipasi mereka terhadap dunia kerja.
Hal ini mengingat masih ada beberapa kaum wanita yang tidak memiliki akses yang sama pada berbagai kesempatan kerja atau bahkan jaringan sosial sebagaimana yang didapatkan oleh pria, di mana hal ini juga terjadi di beberapa negara lainnya di kawasan Asia Pasifik.
"Meski menjadi tantangan untuk mereka, namun kami melihat bahwa di tengah tantangan yang mereka alami, para wanita di Indonesia tetap semangat dalam mengejar ilmu pengetahuan melalui pendidikan tingkat lanjut. Bertepatan Hari Kartini ini, kami berharap keteguhan para wanita Indonesia untuk mengejar karir atau apa yang diinginkannya turut membuka peluang yang lebih besar bagi mereka dalam memperoleh pekerjaan tetap dan kehidupan yang lebih baik,, "tutup Tommy. (*)