TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melanjutkan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2018 dengan Badan Anggaran DPR.
Secara umum, Banggar DPR menyetujui asumsi makroekonomi R-APBN 2018 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 yang diusulkan pemerintah.
Bahan tersebut selanjutkan akan dijadikan dasar pembahasan Nota Keuangan oleh pemerintah.
"Berdasarkan rapat kerja pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu tidak ada catatan. Asumsi fiskal RAPBN 2018 kami sahkan hari ini," kata Ketua Banggar DPR RI Aziz Syamsuddin di Ruang Rapat Banggar, gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Namun demikian, dalam RKP 2018, Panja Banggar melihat ada dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah.
Pertama, vaksinasi terhadap balita dan anak. Hal ini langsung disetujui oleh pemerintah untuk ditambahkan.
Kedua, Panja Banggar melihat bahwa prioritas ketahanan pangan perlu menambahkan komoditas bawang putih sehingga tak hanya bawang merah saja. Pasalnya, Indonesia banyak impor bawang putih.
Terkait hal ini, Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro juga menyetujui hal tersebut. Sementara untuk komoditas bawang putih untuk ditambahkan di pembahasan RKP 2018, dirinya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kemtan)
“Kami akan akomodir mengenai bawang putih meskipun harus koordinasi dengan Mentan. Kami tidak keberatan dengan usulan tersebut,” sebutnya.
Ketiga, Banggar juga meminta pemerintah menegaskan poin mengenai utang swasta dalam laporan asumsi dasar dan kebijakan fiskal tentang pembiayaan utang.
Di dalamnya, pemerintah dan Banggar sepakat untuk menambahkan poin bahwa pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta memantau eksposur utang swasta termasuk BUMN dari luar negeri agar risiko terhadap perekonomian juga bisa dimonitor.
Utang luar negeri
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, BI sudah mengeluarkan aturan penarikan utang asing di 2015. Ada tiga ketentuan yang harus dipenuhi swasta dan BUMN.
Ia menyebutkan, ketentuan pertama ialah harus memenuhi rasio lindung nilai atau hedging. Kedua, swasta dan BUMN harus memenuhi rasio likuiditas minimum sehingga kewajibannya bisa dipenuhi saat jatuh tempo.
Ketiga, dalam mengeluarkan surat utang, swasta atau BUMN harus memenuhi peringkat kredit (cradit rating) tertentu.
“Sejauh ini tingkat kepatuhannya baik. Jadi, utang negara yang isinya utang pemerintah dan swasta tidak mendadak jadi jumlah yang besar. Ini sejalan dengan perhatian DPR,” ucapnya.
Asumsi Makro 2018 yang disepakati Pemerintah dan Komisi XI DPR RI:
1. Pertumbuhan Ekonomi: 5,2%-5,6%
2. Inflasi: 2,5%-4,5%
3. Nilai tukar rupiah: Rp 13.300 - Rp 13.500 per dollar AS
4. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN): 4,8% - 5,6%
5. Tingkat Pengangguran: 5,0%-5,3%
6. Tingkat Kemiskinan: 9,5%-10%
7. Gini ratio: 0,38
Reporter: Ghina Ghaliya Quddus