Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Utang Pemerintah Pusat sampai dengan bulan Mei 2017 sebesar Rp 3.672,33 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 2.943,73 triliun (80,2%) dan pinjaman sebesar Rp 728,60 triliun (19,8%).
Nilai utang Pemerintah bulan Mei 2017 meningkat Rp 4,92 Triliun jika dibandingkan jumlah utang di bulan sebelumnya, April 2017.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai peningkatan hutang masih aman karena digunakan untuk anggaran produktif seperti pembangunan infrastruktur maupun subsidi untuk menahan laju inflasi.
"Kalau di convert ke dolar pertumbuhan masih manajable (bisa dikendalikan) ada dampaknya seperti ke pasar keuangan sempat berdampak negatif, namun sentimen itu tidak berlangsung lama pemrintah bisa kendalikan," kata Josua kepada Tribunnews.com, Minggu (9/7/2017).
Namun penambahan utang juga menunjukan daya beli masyarakat yang masih rendah. Upaya pemerintah meningkatkan pendapatan sepeti tax amnesty juga masih tidak sesuai dengan ekspetasi pemerintah.
"Iya jadi perlu diingat juga bahwa penerimaan negara memang masih belum cukup optimal sejak tax amnesty penambahan pajak yang kita harapkan memang masih sedikit di bawah ekspektasi pemerintah, pertumbuhan pajak sendiri kurang lebih 12 persen sampai 13 persen," tutur Josua.
Maka langkah untuk tidak menaikan harga listrik hingga akhir 2017 pun dinilai tepat. Sehingga laju inflasi dan utang negara bisa ditahan, dan daya beli masyarakat juga terjaga.
"Guna menahan pemerintah juga kan menghemat pembelian barang yang bisa semestinya dipakai setahun sekali diperpanjang jadi dua tahun sekali yang dialokasikan untuk program priorotas seperti belanja infrastruktur, itu bisa menjaga daya beli masyarakat," kata Josua.