TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sejumlah temuan atas pemeriksaan pendapatan negara dari perhitungan bagi hasil migas tahun 2015 pada SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
BPK menemukan ada ketidaksesuaian atas imbal hasil yang diterima negara selama ini dalam Ihtisar Hasil Pemeriksaan SEmester I 2017 yang dirilis BPK, Selasa (3/10/2017).
Ketua BPK RI, Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kewajaran pendapatan negara dari perhitungan bagi hasil migas tahun 2015.
Ini juga untuk menilai realisasi penerimaan minyak dan gas bumi termasuk penerimaan perpajakan dan kepatuhan SKK Migas dan KKKSterhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa masih dijumpai adanya biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery untuk menghitung bagi hasil migas tahun 2015.
Permasalahan yang perlu mendapat perhatian yakni: koreksi perhitungan bagi hasil migas karena adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery.
Baca: Tembok di Mapolda Metro Jaya Tiba-tiba Ambrol, Satu Motor Patroli Polisi Hancur
Baca: Cover Version-nya di YouTube Diprotes Payung Teduh, Hanin Dhiya Meminta Maaf
Seluruhnya senilai US$ 956,04 juta atau ekuivalen Rp 12,73 triliun.
Kemudian masih ada 17 KKKS ataupun pemegang working Interest (partner) belum menyelesaikan kewajiban pajaknya sampai dengan tahun pajak 2015. Seluruhnya senilai US$ 209,25 juta atau ekuivalen Rp 2,78 triliun.
BPK merekomendasikan agar segera ditindaklanjuti.
"Rekomendasinya untuk pembayaran pajaknya. Sudah tinggal beberapa yang belum menindaklanjuti," ujar Moermahadi, Selasa (3/10/2017).
Reporter: Ramadhani Prihatini