TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina mengaku terbebani dengan penetapan satu harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium baik di Jawa-Madura-Bali (Jamali) maupun di luar Jamali.
Apalagi, harga BBM sejak April 2016 tak berubah, yakni masih tetap Rp 6.550 per liter (Jamali) dan Rp 6.450 per liter (luar Jamali). Pun dengan harga solar juga tidak berubah. Padahal, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan.
Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan, sejak tahun lalu harga solar semisal, tetap di harga Rp 5.150 per liter.
Begitu juga dengan harga premium. Padahal, saat itu, harga minyak dunia hanya US$ 37 per barel. Saat ini, harga minyak dunia sudah nyaris US$ 60 per barel dan harga solar masih tetap Rp 5.150 per liter.
"Mestinya harga ikut," kata Iskandar Rabu (15/11/2017).
Iskandar berharap harga BBM jenis premium dan solar pada awal tahun depan bisa mengikuti formula harga. Jika itu terjadi harga untuk premium sekitar Rp 7.150 per liter.
Soal harga solar, masih dihitung keekonomian harganya.
Jika mengikuti formula harga, penetapan harga BBM akan disesuaikan dengan pergerakan harga minyak dunia.
Baca: Orang Pasti Berpikir Setnov Sudah Lewat, Kata Pengacaranya
Baca: Setya Novanto Dievakuasi Ajudannya Pakai Jasa Tukang Ojek
Baca: Aneka Kejanggalan Drama Kecelakaan Mobil Fortuner Setya Novanto di Mata Netizen
Hanya, Iskandar tetap mengembalikan kebijakan penetapan harga BBM kepada pemerintah.
"Itu kewenangan pemerintah. Tapi jika ikut formula, harga harusnya naik," ujarnya. Hanya, sebagai perusahaan yang 100% sahamnya milik negara, Pertamina akan mengikuti putusan pemerintah.
Makanya, Pertamina tetap menjalankan penugasan BBM satu Harga. Dana yang disiapkan sampai 2019 mencapai Rp 3 triliun. Biaya besar itu utamanya dari ongkos penyaluran BBM.
Kata Iskandar, untuk mengirimkan BBM dengan pesawat semisal membutuhkan biaya Rp 23.000 per liter, belum termasuk biaya pengangkutan darat. Sementara harga jual solar hanya RP 5.150 per liter.
Dengan besarnya biaya itu, Pertamina menghitung akan ada tambahan operating expenses (OPEX) hingga Rp 1 triliun untuk BBM Satu Harga.
"Kami pernah submit Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun untuk operasi tambahan biaya opex-nya di luar yang rutin. Itu jika beroperasi penuh 54 lokasi," ujarnya.
Jika ditambah dengan pembangunan 52 lembaga penyalur BBM Satu Harga tahun depan, biaya operasi Rp 2 triliun–Rp 3 trillun hingga 2019.
Reporter: Febrina Ratna Iskana