TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai tanggal 8 Desember 2017 nanti, Jasa Marga akan menaikkan tarif tol dalam kota. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kenaikan ini tidak adil dan eksploitatif.
Menurut Tulus, kenaikan ini bisa memicu kelesuan ekonomi, "Saat daya beli konsumen sedang menurun. Sebab kenaikan itu akan menambah beban daya beli masyarakat dengan meningkatnya alokasi belanja transportasi masyarakat," ujarnya, Selasa (5/12/2017).
Ia, menilai kenaikan tarif tol dalam kota tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol.
Kenaikan tarif tol, lanjut Tulus, seharusnya dibarengi dengan kelancaran lalu-lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol.
"Saat ini fungsi jalan tol justru menjadi sumber kemacetan baru, seiring dengan peningkatan volume traffic dan minimnya rekayasa lalu lintas untuk pengendalian kendaraan pribadi," ujarnya.
Ia menambahkan, kenaikan tarif dalam kota juga tidak adil bagi konsumen karena pertimbangan kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian PUPR hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol, yakni dari aspek inflasi saja.
Sedangkan aspek daya beli dan kualitas pelayanan pada konsumen praktis dinegasikan.
YLKI mendesak Kementerian PUPR untuk merevisi dan memperbarui regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) tentang Jalan Tol.
"Selama ini SPM tidak pernah direvisi dan tidak pernah di-upgrade dan hal ini tidak adil bagi konsumen. YLKIjuga mendesak Kementerian PUPR untuk transparan dalam hasil audit pemenuhan SPM terhadap operator jalan tol," tuturnya.
YLKI juga mendesak DPR untuk mengamandemen UU tentang Jalan.
"Karena UU inilah yang menjadi biang keladi terhadap kenaikan tarif tol yang bisa diberlakukan per dua tahun sekali. Dan UU inilah yang hanya mengakomodir kenaikan tarif tolberdasarkan inflasi saja, dan kepentingan konsumen diabaikan," tegasnya.
Penulis: Ahmad Sabran