News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Moratorium Proyek, Indef: Alokasi Dana Infrastruktur Terancam Bengkak

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tiang bekisting pierhead atau cetakan untuk pengecoran beton pierhead ambruk dekat gardu Tol Kebon Nanas, Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur, Selasa (20/2/2018). Tiang bekisting pierhead atau cetakan untuk pengecoran beton pierhead proyek pembangunan Tol Becakayu tersebut ambruk, sehingga menyebabkan 7 pekeja orang terluka. WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menegaskan untuk mengentikan sementara atau moratorium pada pembangunan konstruksi jalan layang atau elevated. Hal itu, menindaklanjuti terkait kecelakaan kerja konstruksi yang sudah terjadi sebanyak 14 kali dalam dua tahun terakhir ini.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan konstruksi pembangunan infrastruktur lainnya seperti bendungan, tol, dan pengaspalan akan tetap berjalan.

“Untuk pembangunan tol tidak layang, pengaspalan jalan pekerjaan jembatan terus tetap berjalan, tol layang, LRT layang kita hentikan sementara," ungkap Basuki di Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Baca: 5 Hal yang Mesti Jadi Perhatian Saat Daftar SNMPTN

Namun demikian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai menilai, dampak dari molornya proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh BUMN menyebabkan alokasi belanja pemerintah yang mencapai Rp 410 triliun di APBN 2018 untuk proyek infrastruktur terancam bengkak.

Untuk itu dia meminta agar pemerintah sebaiknya memangkas proyek PSN yang jumlahnya 245 proyek tersebut disesuaikan dengan kemampuan fiskal.

“Dilihat kembali mana yang feasible dilanjutkan karena berkaitan dengan kemampuan fiskal yang terus tertekan,” kata Bhima saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (22/2/2018).

Bhima juga membeberkan, di sisin lain banyaknya kasus proyek infrastruktur yang menimbulkan kecelakaan akan membuat ketidakpercayaan di kalangan investor.

Jangka pendeknya sudah tercermin dari koreksi saham emiten PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebesar 1,99 persen pada perdagangan saham kemarin, Rabu (21/2/2018).

Data terakhir mencatat, cashflow WIKA negatif Rp-2,6 triliun. Otomatis, kata Bhima kalau ada pembengkakan anggaran WIKA diprediksi akan menambah utang.

“Beban utang BUMN karya makin berat,” imbuh dia.

Sementara itu, dalam jangka panjang pemerintah juga dinilai harus menjaga kualitas proyek infra untuk kembalikan kepercayaan investor yang turun.

Di sisi lain, kata Bhima dampak secara langsung dari moratorium proyek infrastruktur itu juga menyebabkan perusahaan harus menambah biaya karena harus tetap membayar gaji pekerjanya.

“Tergantung skema kontraknya apakah pekerja tetap atau pekerja lepas. Kalau pekerja tetap artinya perseroan tetap membayar gaji meskipun moratorium. Di sini cost bisa naik,” ujar ekonom lulusan Universitas Gadjah Mada ini.

Keterlibatan Swasta

Bhima menyarankan agar pemerintah juga melibatkan pihak swasta dalam pengerjaan proyek lantaran proyek yang digarap perusahaan BUMN sudah terlampau berlebih (overload). Lanjut dia, pihak swasta bisa dilibatkan melalui skema PPP (public private partnership).

“Dari segi kontraktor proyek pun swasta harus dilibatkan agar pengerjaan BUMN karya tidak overload dan tetap memperhatikan faktor keamanan dan kualitas proyek.

Wakil Ketua Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kadin Erwin Aksa juga menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap seluruh proyek konstruksi yang digarap leh BUMN Karya. Kadin ingin pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta juga dilibatkan dalam proyek tersebut.

“Pemerintah harus melakukan evaluasi total terhadap kebijakan yang selama ini dijalankan, beri kesempatan yang lebih luas kepada swasta untuk ikut mengerjakan, sehingga teman-teman BUMN Karya tidak overload”, pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini